REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Holding Industri Pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) (Persero) berkolaborasi dengan lembaga riset terkemuka dari Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology Energy Initiatives (MITEI). Kolaborasi tersebut untuk meningkatkan pengembangan teknologi energi rendah karbon dan pertambangan yang berkelanjutan.
Direktur Utama Inalum Budi G Sadikin dan Manajer Asia Pacific Energy Partnership MITEI Lihong Duan menandatangani dokumen kolaborasi tersebut dengan disaksikan oleh Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, di sela-sela pertemuan IMF/Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, pada Rabu (10/10). Fajar Harry Sampurno mengatakan penandatangan ini adalah langkah awal, bukan langkah akhir suatu proses untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di industri pertambangan.
Kolaborasi tersebut juga menjadi langkah awal Inalum untuk mempelopori hadirnya pusat riset dan inovasi di sektor pertambangan. Yakni dengan menggandeng lembaga-lembaga riset terkemuka dari negara-negara yang dikenal mempunyai industri pertambangan mumpuni seperti Amerika Serikat, Kanada, Cina dan Australia.
Dengan menggandeng institusi riset tersebut, Inalum akan mengikutsertakan universitas-universitas terkemuka di Indonesia. Mereka akan ikut berkolaborasi dalam pusat riset dan inovasi pertambangan yang rencananya akan didirikan oleh Inalum tahun ini.
Kolaborasi dengan MITEI akan membantu Inalum mengembangkan proyek industri pertambangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan namun berbiaya rendah. “Penandatanganan ini adalah momentum penting dalam upaya membangun SDM Indonesia. Inalum akan mendirikan pusat riset dan inovasi bekerja sama dengan lembaga terkemuka dunia untuk mengembangkan teknologi pertambangan yang berkelanjutan dan juga proses hilirisasi industri yang efisien dan ramah lingkungan,” ujar Budi seperti dalam siaran persnya.
Ketertarikan Inalum terhadap penelitian MITEI di antaranya mencakup pengembangan teknologi penambangan, pemurnian, dan peleburan logam yang lebih berkelanjutan dari segi lingkungan. Serta melakukan riset untuk pembuatan material untuk penyimpanan energi atau baterai.
Selain itu, kolaborasi ini bertujuan pula untuk memanfaatkan unsur rare earth, atau logam tanah jarang. Ini dapat digunakan sebagai bahan magnet permanen yang diaplikasikan pada sektor energi baru terbarukan dan industri elektronik.
Unsur rare earth dan cobalt yang ditemukan dalam penambangan yang dilakukan oleh anggota Holding PT Timah Tbk dan PT Antam Tbk dapat digunakan sebagai salah satu materi pembuatan baterai untuk kendaraan listrik. Juga untuk magnet dalam pembangkit listrik tenaga bayu.
“Pusat riset dan inovasi ini nantinya akan mendukung penggunaan materi berbasis mineral dan logam di masa yang akan datang dengan memanfaatkan banyaknya potensi unsur logam seperti aluminium, nikel, cobalt, maupun rare earth di Indonesia,” ungkap Budi.
Kolaborasi dengan MITEI dan juga pendirian pusat riset dan inovasi ini juga diharapkan dapat menginisiasi penggunaan batubara menjadi energi yang ramah lingkungan. Anggota Holding PT Bukit Asam Tbk saat ini sedang mengarah untuk mengembangkan gasifikasi batubara yang ke depannya dapat menggantikan bahan bakar elpiji dengan harga yang jauh lebih murah.
Sebagai upaya untuk mengembangkan industri pertambangan ke depannya, pusat riset ini akan berfungsi juga sebagai institusi yang dapat memberikan masukan untuk kebijakan-kebijakan di sektor pertambangan secara profesional dan independen.