Rabu 10 Oct 2018 08:47 WIB

Danai Proyek Berbasis Lingkungan, Sukuk Hijau Jadi Pilihan

Dengan reputasi baik, Indonesia bisa menggaet investor sukuk hijau.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Elba Damhuri
 Menkeu Sri Mulyani membuka Art Bali 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Foto: Sapto Andika Candra/Republika
Menkeu Sri Mulyani membuka Art Bali 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).

REPUBLIKA.CO.ID Pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk kembali menerbitkan surat utang syariah untuk pembangunan proyek berbasis lingkungan atau sukuk hijau (green sukuk). Sukuk hijau juga menjadi respons Indonesia untuk ikut menanggulangi perubahan iklim.

Baca Juga:

Baca Juga

Pada Maret 2018 lalu, pemerintah menerbitkan sukuk negara di pasar global (sukuk global) senilai total 3 miliar dolar AS. Emisi itu terdiri atas sukuk hijau global senilai 1,25 miliar dolar AS dan sukuk global reguler senilai 1,75 miliar dolar AS.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, ketertarikan investor terhadap sukuk hijau berlatar keinginan pasar untuk menambah portofolio mereka. "Mereka bukan lagi money machine, mereka memikirkan portofolio. Itulah mengapa kami terbitkan sukuk hijau," ujar Sri saat mengisi salah satu sesi di Pertemuan Tahunan IMF-WBG di Nusa Dua, Bali, Selasa (10/10).

Meski sukuk hijau menjadi opsi instrumen selain sukuk reguler dan obligasi reguler, pemerintah masih belum punya kepastian berapa nilai yang akan diterbitkan pada 2019 nanti. Kementerian Keuangan baru akan memutuskan angka penerbitan sukuk hijau untuk 2019 setelah ada kesepakatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 bersama parlemen.

Sri mengatakan, pihaknya secara berkala melakukan promosi sukuk hijau di berbagai negara. Sukuk hijau yang ditawarkan Indonesia pun, ujar Sri, sesuai dengan proyek pembangunan yang sedang digarap di Indonesia.

Sejumlah proyek yang diincar oleh investor, antara lain, proyek energi baru terbarukan (EBT) dan proyek transportasi hijau. Proyek EBT seperti pembangkit listrik panas bumi, pembangkit listrik mikro hidro, dan pembangkit listrik tenaga solar. Sementara proyek transportasi hijau, termasuk proyek moda raya terpadu (MRT) dan lintas raya terpadu (LRT) yang sedang digarap di Jakarta.

"Saya optimistis, dengan reputasi yang baik dalam penerbitan sukuk dan obligasi, Indonesia bisa menggaet investor," ujar Sri.

Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) Emma Sri Martini menambahkan, pihaknya juga mulai tergerak untuk menerbitkan sukuk hijau. Sayangnya, rencana penerbitan sukuk hijau oleh PT SMI sempat tertunda karena belum ada underlying project yang cocok dengan kemauan investor. Akhirnya, pada Juli 2018 lalu PT SMI memilih menerbitkan obligasi hijau dengan nilai Rp 500 miliar.

"Kami tertarik sekali terhadap sukuk hijau ini. Tentu, kami harus carikan dulu underlying yang pas," kata Emma.

Tema lingkungan hidup ikut menjadi pembahasan penting dalam Pertemuan Tahunan IMF-WBG di Bali. Salah satu yang menjadi pembahasan terkait hal ini adalah pembiayaan kegiatan penanggulangan perubahan iklim dengan menggunakan instrumen baru yang disebut sukuk hijau. 

Indonesia memang tercatat sebagai pionir dalam penerbitan surat utang hijau di kawasan Asia Tenggara melalui penerbitan sukuk hijau senilai 1,25 miliar dolar AS pada Maret 2018.

Emisi sukuk hijau oleh pada awal 2018 itu merupakan penerbitan sukuk hijau pertama kali di dunia yang dilakukan oleh negara. Selain semakin memperkokoh posisi Indonesia di pasar keuangan syariah global, penerbitan sukuk hijau ini juga merupakan manifestasi komitmen Indonesia pada Paris Agreement yang diratifikasi pada 2016, dalam rangka mendorong Indonesia menjadi negara yang lebih rendah emisi karbon dan memili daya tahan terhadap perubahan iklim. 

(ed: fuji pratiwi)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement