REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan bahwa regulator di sektor keuangan memastikan agar investasi di Indonesia menarik bagi para investor. Upaya pertama yang dilakukan adalah pendalaman pasar keuangan agar memastikan instrumen investasi menimbulkan sentimen yang baik ke perekonomian dan menjaga ketahanan keuangan.
"Kami juga memastikan pasar modal memiliki integritas dan tak kalah penting memastikan arus transaksi yang lurus dan lancar. Ini tidak mudah," ujar Wimboh Santoso dalam acara Indonesia Investment Forum 2018 di Denpasar, Bali, Selasa (9/10).
Saat ini, negara-negara berkembang dipengaruhi oleh gejolak ekonomi global, utamanya dari negara-negara maju. Menurut Wimboh, penting bagi negara-negara berkembang untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonominya dari ketidakpastian global dan berusaha menarik investor. Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan infrastruktur.
Pengeluaran infrastruktur akan meningkatkan fundamental ekonomi negara-negara berkembang. Dengan infrastruktur, arus barang dan jasa akan lebih efisien sehingga dapat menurunkan biaya ekonomi.
Pengeluaran infrastruktur yang baik juga akan mendorong dampak ekonomi yang berkelanjutan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat di masa depan bersama dengan platform SDG. "Pembangunan infrastruktur juga menyerap banyak pekerja. Semua ini menghasilkan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Namun, tantangan membangun infrastruktur adalah membutuhkan pembiayaan besar-besaran. Dan, karena anggaran pemerintah terbatas, pengembangan proyek infrastruktur perlu didukung melalui kemitraan swasta publik, dengan keterlibatan dana filantropi serta melalui pasar keuangan.
Ini akan meningkatkan profil pembagian dan pengembalian risiko yang berlaku. Upaya-upaya tersebut akan meningkatkan struktur pembiayaan pasar agar lebih tangguh.
"Seperti yang kita semua sadari, karena sifat proyek infrastruktur sebagian besar bersifat jangka panjang, sementara sumber pembiayaan—sebagian besar dari bank— bersifat jangka pendek, kita dihadapkan pada risiko ketidakcocokan jatuh tempo dan risiko konsentrasi," ujarnya menjelaskan.
Pendanaan infrastruktur oleh bank juga lebih rentan terhadap fluktuasi suku bunga, dan pada saat yang sama, menawarkan efek pengganda yang lebih sedikit daripada pembiayaan dari pasar modal. "Untuk mempromosikan pembiayaan pasar modal yang tangguh, sangat penting untuk memperdalam pasar keuangan kita," kata Wimboh.