Senin 08 Oct 2018 17:50 WIB

Dolar Rp 15.200, Menkeu: Keseimbangan Baru AS Belum Tercapai

Equilibrium normal belum tercapai dan akan berlangsung sampai tahun depan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Bea Cukai
Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai titik keseimbangan baru perekonomian Amerika Serikat (AS) belum tercapai. Hal ini berimbas pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sri menjelaskan, pelemahan rupiah masih dilatari oleh tren kenaikan yield US Treasury atau imbal hasil surat utang AS bertenor 10 tahun tembus 3,4 persen. Ditambah lagi, kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan naik satu kali lagi dalam tahun 2018. Artinya, sejauh mana ekonomi AS akan melejit belum diketahui.

"Ditambah tahun depan (naiknya) antara dua sampai tiga kali. Itu berarti kenaikannya sudah bisa diprediksi," jelas Sri Mulyani usai mengisi acara dalam salah satu sesi di Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Bali, Senin (8/10). 

Artinya, angka keseimbangan baru yang sering disampaikan Sri Mulyani belum 'ketemu'. Sri menjelaskan bahwa dilihat dari sisi fiskal, AS memiliki indikator untuk melihat apakah ekonominya akan mengalami overheating dan tightening. Indikator tersebut adalah suku bunga 10 tahun dari bond yang diterbitkan AS. Kondisi yang ada sekarang, ekonomi AS yang makin perkasa membuat keduanya naik. 

"Equilibrium normal belum tercapai. Karena seperti yang dikatakan oleh Powell (Gubernur The Fed) bahwa ini akan berlangsung sampai tahun depan," katanya. 

Sri menjelaskan, pemerintah Indonesia memang harus melakukan penyesuaian atas dinamikan ekonomi global, termasuk strategi dalam pembiayaan pembangunan. Namun, lanjutnya, fleksibilitas dalam nilai tukar rupiah tidak bisa dihindarkan karena hal ini merupakan respons terhadap perubahan lingkungan global yang masih akan terus berjalan. 

Bersama dengan Bank Indonesia, Sri Mulyani menegaskan pemerintah akan menerbitkan kebijakan yang selaras antara penjagaan stabilitas nilai tukar, makroprudensial, dan moneter. 

"BI melakukan policy mix dengan domain BI dalam kelola nilai tukar, makroprudensial dan dari sisi intervensi. Sementara kami melakukan policy mix dengan moneter," kata Sri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement