Rabu 03 Oct 2018 21:46 WIB

Penguatan Dolar AS Jadi Momentum Kebangkitan Ekspor UMKM

Nilai ekspor UMKM pada tahun lalu sebesar 28,21 miliar dolar AS

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Perajin UKM (ilustrasi)
Foto: nenygory.wordpress.com
Perajin UKM (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penguatan nilai dolar AS terhadap rupiah harus dimanfaatkan sebagai peluang bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memasuki dan meningkatkan pasar ekspor. Terutama bagi produk UMKM yang bahan bakunya bukan dari impor.

"Salah satu strategi yang ditawarkan adalah mengembangkan rantai pasokan produk yang dikoordinir oleh pelaku UMKM yang sudah melakukan ekspor," kata Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik pada acara Workshop Strategi KUMKM Dalam Menghadapi Dampak Perdagangan Bebas, Rabu (3/10).

Untuk itu, pihaknya akan terus meningkatkan pemahaman KUMKM dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang usaha dari implementasi perdagangan. Juga meningkatkan sinergitas antara pelaku usaha dengan stakeholders dalam pengembangan dan pemasaran produk KUMKM, sehingga produk KUMKM makin kompetitif di pasar global.

"Kami juga mendorong pelaku usaha KUMKM melakukan ekspor sendiri tidak melalui perantara atau pengusaha besar, sehingga nilai tambah lebih besar diperoleh," kata Damanik.

Ia menambahkan, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia pada Januari-Juli 2018 mencapai 104,24 miliar dolar AS. Sedangkan nilai ekspor yang dilakukan UMKM sampai dengan akhir 2017 sebesar 28,21 miliar dolar AS atau sebesar 17 persen.

"Dari angka tersebut, nilai ekspor UMKM Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Asean lainnya seperti Filipina 25 persen, Malaysia 28 persen dan Thailand 35 persen," ujarnya.

Ketika pasar ASEAN terbuka lebar dan luas, pangsa pasar produk UMKM Indonesia tidak lagi berkutat di pasar nasional dengan jumlah penduduk 250 juta jiwa. Melainkan sudah menjadi 600 juta jiwa total penduduk negara-negara ASEAN.

"Tak bisa dibendung bahwa pasar kita akan dibanjiri produk impor. Oleh karena itu, saya berharap bahwa UMKM kita bisa bertahan di pasar dalam negeri yang besar potensinya, sambil mengincar dan berupaya masuk ke pasar di luar," tegasnya.

Menurut Damanik, UMKM perlu didorong untuk melakukan kegiatan ekspor agar dapat memperoleh manfaat dari kegiatan ekspor dalam bentuk meningkatkan kemampuan berkompetisi di pasar yang lebih luas, bukan hanya untuk pasar domestik. Oleh karena itu, UMKM perlu memiliki kemampuan menghadapi persaingan yang bersifat global.

Manfaat lain, ia melanjutkan, UMKM memperoleh tingkat keuntungan usaha yang lebih tinggi karena apresiasi mata uang asing serta yang makin luasnya pasar produk UKM dengan daya beli yang kemungkinan juga lebih tinggi di pasar luar negeri.

"Juga hal itu memberikan kesempatan berusaha yang lebih besar termasuk kemungkinan kerjasama antar UKM Indonesia dengan perusahaan di luar negeri," kata Damanik.

Manfaat dari UMKM melakukan ekspor adalah pertumbuhan usahanya yang relatif lebih stabil karena risiko usaha UMKM terbagi ke banyak pasar, bukan hanya di pasar domestik. Serta, adanya peningkatan kontribusi UMKM terhadap perolehan devisa negara.

"Yang tak kalah penting adalah UMKM mampu meningkatkan surplus perdagangan yang pada akhirnya meningkatkan kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia," katanya.

Meski begitu, ia mengakui rendahnya nilai ekspor yang dilakukan UMKM dikarenakan beberapa hal. Diantaranya, kuantitas atau volume, pemenuhan standar ekspor termasuk packaging sebagai komoditi internasional, kecepatan proses produksi, dan kontinuitas suplai yang belum dapat dipenuhi para UMKM Indonesia.

"Pemberlakuan perdagangan bebas juga merupakan tantangan yang tidak hanya internal di dalam negeri, tetapi juga tantangan eksternal dengan negara lain," katanya.

Dalam kesempatan itu, Tenaga Ahli Bidang Strategi Promosi dan Pemasaran FTA Center Ditjen PPEI Kemendag Aryoko Mochtar mengatakan, menjadi pemain global bukan lagi pilihan tapi suatu keharusan bagi para pelaku UMKM dalam negeri untuk bisa tetap eksis di dunia perdagangan.

"Pemerintah Indonesia dengan beberapa negara sudah membuat perjanjian perdagangan atau Free Trade Agreement, dimana perdagangan barang dan jasa tertentu hasil perjanjian dapat melewati perbatasan negara masing-masing tanpa dikenakan hambatan tarif atau hambatan non tarif saat melakukan perdagangan internasional," kata Aryoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement