Senin 01 Oct 2018 18:18 WIB

Inflasi Rendah Belum Tentu Berdampak Positif ke Ekonomi

Penurunan inflasi harus diikuti dengan kenaikan pendapatan masyarakat.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Proses bongkar muat peti kemas berlangsung di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (13/9). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2018 terjadi deflasi 0,18 persen.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Proses bongkar muat peti kemas berlangsung di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (13/9). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada September 2018 terjadi deflasi 0,18 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, terjadi deflasi pada September 2018 sebesar 0,18 persen. Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan secara umum inflasi memang menurun. Penurunan terjadi usai puncaknya di musim lebaran. 

Hanya saja, menurutnya rendahnya inflasi belum tentu berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. "Itu karena, turunnya harga baru akan kelihatan dampak positifnya jika disertai kenaikan pendapatan masyarakat," ujar Eko kepada Republika.co.id, Senin, (1/10).

Meski begitu, ia menambahkan, rendahnya inflasi bisa menjadi modal. "Rendahnya inflasi bahkan deflasi di September merupakan modal untuk menjaga target inflasi," tuturnya. 

Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan harga bahan makanan menjadi penyebab terjadinya deflasi pada September. Ia menjelaskan, kelompok bahan makanan dalam periode ini menyumbang deflasi sebesar 1,62 persen karena beberapa harga komoditas tercatat menurun. 

Beberapa bahan makanan yang menyumbang deflasi di antaranya daging ayam ras sebesar 0,13 persen, bawang merah 0,05 persen, ikan segar 0,04 persen, telur ayam ras 0,03 persen, cabai rawit 0,02 persen, dan komoditas sayuran 0,01 persen. Selanjutnya, kelompok lain yang mengalami deflasi yakni kelompok transportasi, komunikasi, juga jasa keuangan sebesar 0,05 persen.

Hal itu disebabkan turunnya tarif angkutan udara. "Kelompok transportasi memberikan deflasi karena terjadi penurunan tarif angkutan udara di 82 kota. Terjadi setelah puncaknya pada Ramadhan dan Lebaran, kecuali di Bengkulu," tutur Suhariyanto.

Walau begitu, dirinya menyebutkan, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga masih mengalami inflasi tinggi pada September 2018 yakni sebesar 0,54 persen. Inflasi ini dipengaruhi oleh kenaikan uang kuliah akademi serta perguruan tinggi.

Kelompok kesehatan pun mengalami inflasi sebesar 0,41 persen. Kelompok sandang 0,27 persen, kemudian kelompok makanan jadi, minuman, rokok, ditambah tembakau menyumbang inflasi sebesar 0,29 persen. Sementara kelompok perumahan, air, listrik, gas, serta bahan bakar berkontribusi pada inflasi sebesar 0,21 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement