REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menginstruksikan agar berbagai alat berat dimobilisasi ke Kota Palu dan sekitarnya untuk mengevakuasi korban gempa dan tsunami.
Menteri PUPR dalam keterangan tertulisnya pada Senin (1/10) menyebutkan langkah pertama adalah mengevakuasi korban bencana difokuskan di Balaroa dan Petobo. Kedua wilayah itu menderita kerusakan yang sangat parah akibat gempa bumi. Diperkirakan masih terdapat puluhan orang yang tertimbun di bawah reruntuhan.
Untuk itu, lanjutnya, akan dimobilisasi sembilan ekskavator di Petobo dan lima ekskavator di Balaroa yang berasal dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XIV dan kontraktor BUMN/swasta.
Kedua, penyediaan prasarana dan sarana air bersih dan sanitasi di 80-an titik pengungsian dan permukiman padat penduduk. Untuk itu mulai Ahad (30/9) malam telah dimobilisasi tiga unit dump truck untuk mengangkut 15 hidran umum (HU) kapasitas 2.000 liter/detik, juga dua tanki air, 15 WC portable, dan 10 tenda darurat.
Ketiga, dalam rangka pembersihan kota, dimobilisasi tiga dump truck dan dua ekskavator. Kementerian PUPR bekerja sama dengan pemerintah kota mulai melakukan pembersihan puing-puing secara bertahap.
"Dalam dua minggu ke depan selambat-lambatnya, saya minta sudah selesai (pembersihan kota)," tegas Basuki.
Keempat, penyelesaian konektivitas guna menjamin kelancaran arus logistik ke Kota Palu dari arah Makassar, Gorontalo dan Poso, seperti perbaikan dua jembatan yang rusak di Towalen dan di Toyobo serta pembersihan longsoran di beberapa titik yang rentan seperti di kawasan Kebon Kopi yang menghubungkan Kota Palu dengan Parigi-Poso serta Kota Palu dengan Gorontalo.
Ia meminta seluruh personel Kementerian PUPR yang bertugas untuk menangani tanggap darurat pascagempa dan tsunami Palu-Donggala dengan penuh kesungguhan dan empati.
"Kita harus bisa merasakan apa yang masyarakat Palu rasakan," ujarnya.
Terakhir, Menteri Basuki mengatakan dalam setiap langkah penanganan, baik swakelola maupun kontraktual, senantiasa memperhatikan aspek administratif dan harus juga didampingi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).