REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PT Bio Farma, optimistis target ekspor vaksin tahun ini bisa tercapai. Menurut Direktur Utama Bio Farma, M Rahman Roestan, ia memperkirakan penjualan ekspor sampai 2018 bisa mencapai 71,6 juta dolar AS.
Vaksin yang akan diekspor pada bulan September sampai dengan Desember, terdiri dari Vaksin Polio, Campak, TT, DTP, dan Td. "Vaksin tersebut kami kirim ke negara- negara berkembang seperti Pakistan, Afganistan, Sudan, Maroko dan negara lainnya," ujar Rahman kepada wartawan didampingi Sri Harsi Teteki, Direktur Pemasaran saat melepas ekspor vaksin Polio (bOPV 20ds) untuk pengiriman ke Papua New Guinea, akhir pekan lalu.
Rahman mengatakan, Bio Farma terus berupaya memperhatikan aspek kemandirian. Khususnya untuk bahan baku produk vaksin. Ia, terus meningkatkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) agar tercipta kemandirian produk vaksin nasional.
Termasuk tantangan dalam memasuki negara tujuan ekspor yang memiliki risiko ekonomi, risiko politik dan risiko infrastruktur. "Apalagi produk vaksin memerukan penanganan khusus dari mulai vaksin dikirim dari pabrik sampai tiba ke pelanggan, harus dengan suhu tertentu," katanya.
Menurut Direktur Pemasaran, Sri Harsi Teteki, pengiriman vaksin ke Papua Nugini ini merupakan pemenuhan komitmen ekspor bulan September senilai sekitar 12 Juta dolar Amerika dari target tahun 2018 senilai total 71,6 juta Dolar Amerika. “Hampir setiap minggu kami memiliki kegiatan pengiriman ekspor, masih banyak negara berkembang yang memerlukan vaksin produk Bio Farma," katanya.
Sri mengatakan, selain produk akhir vaksin yang didistribusikan melalui lembaga Internasional UNICEF, PAHO, Bio Farma juga melakukan ekspor dalam bentuk bulk vaksin atau intermediate produk yang nantinya akan di formulasi dan dikemas menjadi produk akhir vaksin. Yakni, melalui bilateral dan melalui beberapa produsen vaksin langsung.
Beberapa produsen yang membeli bulk antara lain produsen vaksin di India, perusahaan di Belgia, Turki, Mexico, Mesir, Thailand, Filipina, dan beberapa negara lain. "Jenis bulk yang diekspor seperti bulk Polio, Tetanus, Difteri, Pertusis, Campak," katanya.
Terkait strategi marketing diplomasi untuk peningkatan ekspor, menurut Sri, pada 2018 ini, PT Bio Farma sudah berkomunikasi dengan beberapa Duta Besar dan bekerja sama dengan atase perdagangan dan promosi yang akan ditempatkan di beberapa negara (ITPC – Indonesia Trade Promotion Centre).
Saat ini, kata dia, hanya sekitar 30 produsen vaksin yang sudah mendapatkan kualifikasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satunya Bio Farma. Bahkan, saat ini Bio Farma merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dilihat dari jenis produk dan kapasitas, serta menjadi rujukan centre of excellence bagi produsen vaksin di negara Islam.
Sebagai BUMN, memiliki peran yang sangat strategis untuk turut serta melakukan percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dalam upaya percepatan dan kemandirian pengembangan produk biopharmaceutical dan vaksin.
Sri menjelaskan, di antara negara negara Islam yang tergabung didalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) hanya ada tujuh negara yang memiliki produsen vaksin. Di antara tujuh negara tersebut hanya Indonesia yang telah diakui oleh WHO untuk vaksin program imuniasi dasar. Sehingga, Indonesia melalui Bio Farma telah dipercaya menjadi OIC CoE (Organization of Islamic Cooperation – Centre of Excellence) for vaccine and biotechnology products.
"Bahkan Saudi Arabia telah meminta kerjasama distribusi vaksin dan transfer teknologi vaksin untuk memenuhi vaksin imunisasi dasar yang dibutuhkan di regional negara negara Teluk," katanya.
Sri menjelaskan, dengan telah dipercaya nya PT Bio Farma sebagai pusat unggulan vaksin negara negara Islam, maka terjadi peningkatan ekspor ke Saudi Arabia dan negara negara anggota OKI dalam tiga tahun terakhir. Tercatat pengiriman ekspor sejumlah 11 juta dolar Amerika pada 2015, meningkat menjadi 22 juta dolar Amerika pada 2016 dan 31 juta dolar Amerika pada 2017.
“total kapasitas produksi lebih dari 2 miliar dosis per tahun," katanya.
Komposisi produksi Bio Farma, kata dia, adalah 60 persen untuk kebutuhan dalam negeri dan 40 persen untuk kebutuhan ekspor. Bio Farma, tetap mengutamakan kebutuhan dalam negeri. Saat ini, Bio Farma digunakan di lebih dari 140 negara. Terutama negara – negara berkembang, dan 49 diantaranya adalah negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI).