REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menjelaskan, pembatasan impor mobil di atas 3.00 cc bukan tanpa sebab. Mobil mewah ini bukan kebutuhan pokok masyarakat dan pasar di Indonesia masih terbilang kecil.
Putu menjelaskan, proses pembatasan impor mobil mewah ditujukan untuk menjaga neraca perdagangan Indonesia yang berdampak terhadap penguatan rupiah terhadap dolar AS. Jangka panjangnya, membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Ini sudah sesuai dengan inisiasi Presiden dan kementerian yang terkait," ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (7/9).
Terkait pembatasan impor ini, Putu mengatakan, Kemenperin telah menjalin komunikasi dengan para importir. Dalam diskusi tersebut, disebutkan bahwa importir memahami dan menyetujui kebijakan tersebut. Sebab, selama ini, importir merasa kesulitan dalam menjual produk yang utamanya disebabkan penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Menurut Putu, pembatasan impor terhadap kendaraan mewah sebenarnya sudah dilakukan sejak dua bulan lalu atau ketika rupiah mulai terkoreksi. Saat itu, importir diminta untuk mengurangi pengiriman meski dengan jumlah tidak signifikan.
Untuk konsumen yang sudah terlanjur membeli atau melakukan inden mobil mewah, akan dilihat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) terlebih dahulu. "Nanti, mereka bisa menunjukkannya (PIB) untuk kami pertimbangkan," tuturnya.
Putu mengakui, masih dibutuhkan pembicaraan lagi terkait teknis inden tersebut. Ia akan berkoordinasi dengan ditjen dan kementerian terkait untuk membahasnya. Termasuk untuk kasus apabila kendaraan yang dibeli sudah berada di Indonesia.
Adapun, hasil tinjauan terhadap penyesuaian tarif PPh Pasal 22 untuk 1.147 barang konsumsi impor ini dilakukan melalui instrumen fiskal, yakni sebanyak 210 item komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif PPh 22 sebesar 7,5 persen naik menjadi 10 persen untuk barang mewah. Termasuk, mobil impor utuh (CBU) bermesin di atas 3.000 cc dan sepeda motor bermesin besar (di atas 500 cc).
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan pengendalian impor ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan industri dalam negeri, peningkatan penggunaan produk lokal, dan perbaikan neraca perdagangan. "Sebenarnya ini tools untuk menaikkan utilisasi, apalagi Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia juga naik pada bulan Agustus. Artinya, masih ada geliat positif dan upaya ekspansi dari sektor industri," katanya di Jakarta, Rabu (5/9).
Tarif PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan di muka yang dapat dikreditkan dan bisa terutang pada akhir tahun pajak. Untuk itu, kenaikan PPh impor tidak akan memberatkan sektor manufaktur. Dampak jangka panjangnya bisa menciptakan kemandirian industri manufaktur nasional.
Airlangga menegaskan, pengendalian impor tersebut menjadi momentum baik dan juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas dan daya saing industri nasional. Regulasinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku pekan depan atau tujuh hari setelah ditandatangani oleh Menteri Keuangan.