Rabu 05 Sep 2018 21:06 WIB

Rupiah Melemah, Perbankan Harus Waspadai Kredit Macet

Saat ini rasio kredit macet perbankan Indonesia berada di level 2,80 persen

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Kredit macet (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Kredit macet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melemahnya rupiah belum berdampak pada perbankan dalam negeri. Namun, pelemahan rupiah yang terus menerus dapat meningkatkan rasio kredit macet (non performing loan/NPL).

Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan, sejauh ini fundamental ekonomi perbankan nasional membaik. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) salah satu yang terkuat di pasar negara berkembang yakni sebesar 22 persen.

Selain itu, NPL cenderung menurun selama tiga tahun terakhir ini dan saat ini berada di 2,80 persen. Namun, profitabilitas menurun karena net interest margin (NIM) menurun.

"Akhir- akhir ini kan suku bunga deposito kecenderungan naik. Suku bunga deposito kan beban buat bank, sedangkan bunga kredit baru saja dinaikkan. Jadi secara keseluruhan masih cukup solid kondisi perbankan," ujar David kepada Republika.co.id, Rabu (5/9).

Kendati begitu, perbankan harus waspada dengan NPL karena kondisi melemahnya rupiah akan menekan pelaku usaha yang terkait dengan bahan baku impor, atau berhutang dalam dolar AS dalam jumlah besar, sedangkan pendapatan dalam rupiah.

"Bisa kredit macet kalau tidak hati- hati, harus tetap dipantau," kata David.

Sementara itu Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, dampak pelemahan rupiah belakangan ini yang didorong oleh keluarnya dana asing di pasar keuangan domestik diperkirakan juga akan turut mempengaruhi likuiditas valas perbankan.

Kondisi likuiditas valas perbankan yang cenderung lebih ketat dari tahun lalu juga akan turut mempengaruhi penyaluran kredit valas. "Perbankan pun juga akan lebih selektif dalam penyaluran kredit pada calon debitur khususnya yang tidak memiliki penerimaan valas atau yang belum melakukan transaksi lindung nilai bagi calon debitur yang hanya memiliki penerimaan rupiah," jelas Josua.

Selain itu, secara umum juga bahwa penyesuaian suku bunga kredit baik rupiah maupun valas yang cenderung lebih lambat daripada penyesuaian suku bunga deposito, tentunya akan mengalami kenaikan cost of fund yang pada akhirnya akan menggerus pendapatan bunga bersih perbankan.

"Namun demikian, secara sistem, sektor perbankan diperkirakan akan tetap kuat di tengah tren pelemahan rupiah mempertimbangkan rentabilitas perbankan cenderung masih kuat," kata Josua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement