REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS hampir menyentuh level Rp 15.000 per dolar AS. Selain pemerintah, masyarakat pun bisa ikut andil dalam mengatasi pelemahan rupiah ini.
Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus pelemahan rupiah saat ini sudah cukup menarik untuk masyarakat menjual simpanan dolar AS mereka. Malahan, masyarakat disarankan untuk menjual dolar AS untuk meningkatkan permintaan terhadap rupiah.
"Kalau punya dolar disarankan untuk dijual (ditukar dengan rupiah), supaya menambah suplai dolar di pasar dan meningkatkan permintaan rupiah," ujar Heri kepada Republika.co.id, Rabu (5/9).
Heri menuturkan, pelemahan rupiah ini sudah terjadi selama sekitar enam bulan terakhir ini. Penyebab utamanya, tekanan dari naiknya suku bunga bank sentral AS Fed Fund Rate yang berdampak pada arus modal keluar (capital outflow) dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dengan kondisi seperti sekarang ini, kata Heri, masyarakat harus lebih cinta rupiah dengan meningkatkan permintaan rupiah agar nilai rupiah naik terhadap dolar AS. Bukan justru meningkatkan permintaan valuta asing (valas) yang membuat nilai valas menjadi mahal.
Nilai tukar rupiah yang anjlok seperti sekarang ini juga berpengaruh terhadap industri yang menggunakan bahan baku impor dan harus mengimpor dalam kurs dolar. Kalau keperluan atau permintaan dolar tinggi, harga dolar bisa menjadi semakin mahal terhadap rupiah.
"Makanya pemerintah sering bilang 'cintai rupiah' dan 'cintai produk dalam negeri', maksudnya supaya tidak impor terus, karena kalau impor pakai dolar, maka nanti keperluan atau permintaan dolar semakin tinggi gara-gara impor,'' tutur Heri.
Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengatakan bahwa pelemahan rupiah secara berturut- turut biasanya tidak pernah terjadi melebihi 7 bulan. Dengan demikian, kurs rupiah yang melemah 10 persen saat ini sudah menarik untuk masyarakat menjual simpanan dolarnya.
"Biasanya kalau lihat data tidak lebih dari 7 bulan pelemahan terus- menerus. Jarang sampai setahun melemah terus, rupiah pernah sekali 9 bulan. Tapi jarang," kata David.
Meskipun ekonomi Indonesia saat ini terkena dampak dari kenaikan Fed Fund Rate, namun David optimis dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan Bank Indonesia untuk meredam gejolak keluarnya dana asing ini. Apalagi saat ini fundamental ekonomi masih cukup kuat, dan cadangan devisa masih cukup untuk stabilisasi rupiah.
"Investor sebentar lagi akan masuk lagi kesini, karena menarik, dari sisi valuasi sudah murah sekali. Tinggal tunggu saja," ujar David.