REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk mengimpor beras sebesar 2 juta ton pada 2018. Hal itu guna mencegah terjadinya krisis pangan akibat kekurangan pasokan.
"Tidak ada pilihan lain selain impor. Kita butuh. Kita tidak akan mampu bagikan rastra dan operasi pasar," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di hadapan anggota Badan Anggaran DPR di kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu (5/9).
Pada 2015, Indonesia sempat dilanda El Nino yang menyebabkan pasokan beras di pasaran berkurang. Pemerintah ketika itu khawatir peristiwa krisis pangan seperti 1998 terjadi kembali. Kala itu, Darmin mengisahkan, pemerintah meyakini stok beras masih mencukupi.
"Apa yg terjadi? Kalau masih ingat waktu itu situasi kacau. Pada 1997 kita impor 7 juta ton beras," kata mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Untuk mencegah kelangkaan pangan, kata Darmin, pemerintah memutuskan mengizinkan impor beras sebanyak 1,5 juta ton pada 2015 dengan realisasi sebanyak 900 ribu ton.
Darmin menyebut, masih terjadi perbedaan data terkait produksi beras. Oleh karena itu, ketika dideteksi akan terjadi kelangkaan beras pada akhir 2017, pemerintah memutuskan untuk impor.
"Kalau Maret 2018 panennya jelek, bisa chaos. Sudahlah, kita siapkan impor supaya tidak ada masalah pangan," kata Darmin.
Faktor lain yang mendorong pemerintah menerbitkan izin impor beras lantaran kemampuan Perum Bulog dalam menyerap produksi beras dalam negeri masih rendah. Dia mengatakan, target yang diberikan pemerintah kepada Bulog adalah untuk menyerap beras sebanyak 2,2 juta ton hingga Juni 2018. Akan tetapi, kata dia, hingga Maret 2018, Bulog hanya mampu menyerap beras sebanyak 200 hingga 300 ribu ton. Bahkan, ujarnya, hingga saat ini Bulog baru menyerap sekitar 800 ribu ton beras.
Menurut Darmin, faktor-faktor tersebut akhinya membuat pemerintah menerbitkan izin impor beras sebesar 2 juta ton.
"Ya, 2 juta ton, walau ada juga yang tidak berhasil karena eksportir belum siap. Realisasinya mungkin sekitar 1,88 juta ton," kata Darmin.