Jumat 24 Aug 2018 02:00 WIB

Mitigasi Risiko Industri Fintech Perlu Diperkuat

Penguatan mitigasi bisa dilakukan dengan memudahkan akses data kependudukan.

Fintech Fair 2018. Pengunjung meminta informasi di stand Fintech pada gelaran Fintech Fair 2018 di Mal Taman Anggrek, Jakarta, Jumat (13/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Fintech Fair 2018. Pengunjung meminta informasi di stand Fintech pada gelaran Fintech Fair 2018 di Mal Taman Anggrek, Jakarta, Jumat (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesatnya perkembangan industri financial technology (fintech) atau tekfin perlu diimbangi penguatan mitigasi risiko. Salah satunya soal pencegahan fraud dan kredit bermasalah. 

Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho menilai, penguatan mitigasi risiko bisa dilakukan lewat sinergi antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membuat aturan yang memudahkan penyelenggara tekfin  mengakses data kependudukan, khususnya untuk pinjaman personal.

Adanya akses itu dipandang mampu membuat penyelenggara tekfin bisa segera memvalidasi data single identity dan meminimalsasi penipuan oleh calon nasabah.

“Masalahnya, sekarang dinas Dukcapil itu tidak terlalu terbuka kepada swasta. Dukcapil sendiri data-datanya hanya untuk pihak pemerintah dan kepolisian saja sebenarnya,” kata Andry di Jakarta, Kamis (23/8). 

Ia menjelaskan, sulitnya pemerolehan akses tersebut terkait juga dengan infrastruktur di dukcapil. Pasalnya, server dukcapil tidak terlalu mendukung diadakannya validasi single identity. Padahal, validasi yang melibatkan instutusi kependudukan sudah dilakukan negara lain. “OJK dan Kemenkominfo dapat bersinergi dalam hal ini," ujar dia. 

Sebenarnya, saat ini aturan mengenai kerja sama perbankan maupun akses verifikasi identitas sudah dibuat OJK. Contohnya, kerja sama bank dan pelaku tekfin tertuang dalam POJK Nomor 12 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum. Hanya saja, aturan ini belum spesifik mengatur kolaborasi tekfin dengan perbankan.

Andry menuturkan, selain yang diatur oleh OJK dalam POJK Nomor 77 Tahun 2017, perlu dibuat aturan yang lebih rigid mengenai kerja sama tekfin dengan perbankan. Apalagi saat ini, banyak bank yang telah berkolaborasi dengan penyelenggara tekfin.

Ia menjelaskan, di beberapa negara, regulasi terkait kolaborasi perbankan dan tekfin telah ada. Aturan ini bahkan bisa menekan disrupsi yang dihasilkan tekfin terhadap perbankan.

“Jadi lebih baik ada regulasi yang memang mendukung dari sisi inovasi dan kolaborasi antara bank dan tekfin itu sendiri. Jadi banknya jalan, tekfinnya juga jalan,” ucapnya,

Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aji Satria Suleiman pun mengatakan, sebenarnya aturan yang ada saat ini sudah cukup di atas kertas. Tinggal bagaimana pengimplementasiannya di lapangan.

“Terkait verifikasi identitas penting untuk mencegah fraud sudah ada aturan soal KYC (knowing your customer) untuk biometrik di OJK atau BI. Sekarang hanya masalah implementasi di Dukcapil,” tuturnya

Akses ke Dukcapil ini dianggap Aftech memang mampu memberikan validasi data yang akurat. Dari sisi asosiasi, itu kaitannya dengan akses kepada informasi yang diharapkan bisa membuat analisis terhadap data nasabah lebih valid.

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement