Kamis 23 Aug 2018 15:28 WIB

Ini Tiga Acuan dalam Kode Etik Industri Fintech Lending

Transparansi produk terbukti meminimalisasi risiko penipuan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Dari kiri ke kanan: Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan AFTECH Adrian Gunadi, Ketua Bidang Pinjaman Cash Loan AFTECH Sunu Widyatmoko, Dewan Penasihat AFTECH Rahmat Waluyanto, Anggota Komite Etika Independen AFTECH Abadi Tisnadisastra dan Direktur Eksekutif Kebijakan Publik AFTECH Ajisatria Suleiman dalam sosialisasi kode etik industri Fintech Lending di Jakarta, Kamis (23/8).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Dari kiri ke kanan: Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan AFTECH Adrian Gunadi, Ketua Bidang Pinjaman Cash Loan AFTECH Sunu Widyatmoko, Dewan Penasihat AFTECH Rahmat Waluyanto, Anggota Komite Etika Independen AFTECH Abadi Tisnadisastra dan Direktur Eksekutif Kebijakan Publik AFTECH Ajisatria Suleiman dalam sosialisasi kode etik industri Fintech Lending di Jakarta, Kamis (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari 50 perusahaan anggota Asosiasi Financial Technology Indonesia (Aftech) telah menandatangani Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Lending). Kode etik ini menjadi bukti penegasan komitmen pelaku usaha dalam menerapkan standar praktik bisnis yang bertanggung jawab untuk melindungi nasabah.

Wakil Ketua Umum Jasa Keuangan Aftech Adrian Gunadi mengatakan, kode etik ini berisi seperangkat prinsip dan proses hasil kesepakatan bersama dan secara sukarela oleh para perusahaan anggota Aftech yang memberi layanan pinjam meminjam. Sampai akhir tahun, ditargetkan seluruh 63 anggota Aftech sudah bisa menandatangani kode etik ini.

"Kami percaya, melalui CoC (Code of Conduct) ini, Aftech dapat mengikat seluruh pelaku usaha anggota yang menawarkan dan/atau memberikan pinjaman online untuk patuh dan bermain sesuai aturan yang sama," tutur Adrian dalam temu media di Fintech Center, Jakarta, Kamis (23/8).

Baca juga, Aftech Bentuk Komite Etika Independen

Ada tiga acuan yang menjadi prinsip dasar dalam mengembangkan kode etik. Pertama, transparansi produk dan metode penawaran. Penyelenggara wajib mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari utang. Termasuk di antaranya, biaya yang timbul di muka, bunga, biaya keterlambatan dan lainnya.

Menurut Adrian, metode ini sudah terbukti mampu memberdayakan konsumen untuk menerima utang secara bertanggung jawab dan meminimalisasi risiko penipuan dan praktik tidak etis. Sistem transparansi ini juga bermakna keterbukaan pada perusahaan di mana mereka diwajibkan untuk mencantumkan alamat, email dan nomor telepon untuk pengaduan nasabah.

Acuan kedua adalah pencegahan pinjaman berlebih. Penawaran utang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan ketahanan ekonomi konsumen, bukan menjerumuskan ke jeratan utang. Untuk itu, penyelenggara dilarang memberikan hutang secara langsung kepada peminjam tanpa persetujuan terlebih dahulu.

Dalam kode etik ini, tertulis bahwa penyelenggara juga wajib melakukan penelitian dan verifikasi yang memadai atas kondisi keuangan peminjam untuk memastikan ia mampu melunasi kewajibannya. "Selain itu, penyelenggara juga dilarang melakukan manipulasi data konsumen untuk memudahkan proses pinjam-meminjam," ujar Adrian.

Acuan ketiga, prinsip itikad baik terkait praktik penawaran, pemberian dan penagihan hutan yang manusiawi tanpa kekerasan baik fisik maupun nonfisik termasuk cyber bullying. Dalam kode etik, disampaikan bahwa penyelenggara dilarang menggunakan pihak ketiga pelaksana penagihan yang memiliki reputasi buruk berdasarkan informasi dari otoritas maupun asosiasi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement