REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Strategi dan Portofolio Utang Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Schneider Siahaan menuturkan, utang yang diambil pemerintah ditujukan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Tindakan ini dilakukan guna memenuhi visi dan misi pemerintah dalam membangun negara.
Schneider mengatakan, berbicara tentang pemerintahan dan fokusnya dalam mencapai masyarakat adil dan sejahtera, dibutuhkan uang. Kebutuhannya berbagai macam, dari bidang infrastruktur, investasi, kesehatan maupun sumber daya manusia. "Jadi, kalaupun sekarang ada utang, karena efek belanja itu. Belanja terjadi karena kebutuhan untuk membangun Indonesia," tuturnya ketika ditemui di Gedung Kemenkeu, Selasa (21/8).
Baca: Ini Respons Menkeu Terkait Pernyataan Ketua MPR Soal Utang
Hampir mustahil rasanya bagi pemerintah dalam menjalankan pemerintahan tak berutang. Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mengalami defisit, sehingga utang menjadi salah satu solusi. Dengan kondisi ini, Schneider berharap tidak ada pihak yang memainkan isu utang ini sebagai kepentingan politik pihak tertentu.
Schneider memastikan, utang yang diambil pemerintah selalu bersifat produktif dan telah melalui proses hitung-hitungan. "Dihitung dulu kebutuhannya belanja berapa lalu dicek penerimaan berapa, pajak berapa, bea cukai berapa, PNBP berapa. Kemudian dilihat masih ada yang kurang," ucapnya.
Dari hasil yang kurang itu, pemerintah memiliki berbagai pilihan. Pertama, mengurangi jumlah belanja untuk menyesuaikan penerimaannya atau lebih sedikit dari penerimaan untuk mendapatkan surplus. Atau, opsi kedua, jumlah belanja tidak diubah karena dianggap penting dan untuk menutupi kekurangan, pemerintah mengambil sisanya dari utang.
Baca: Ketua MPR Singgung Utang Negara di Depan Presiden
Satu poin yang juga ditekankan Schneider adalah utang pemerintahan saat ini bersifat akumulasi dari pemerintahan sebelumnya. Sebab, tiap masa pemerintahan memiliki fokus pengeluarannya masing-masing. Anggapan bahwa utang pemerintah yang jatuh tempo tahun depan merupakan hasil kesalahan pemerintah era sekarang adalah tidak adil dan tidak benar.
Dalam mengelola utang, pemerintah juga melakukannya dengan mengatur rentang jatuh tempo pembayaran. Schneider menagtakan, tenor pembayaran utang tidak diatur untuk satu tahun, melainkan hingga hampir sembilan tahun. "Jadi, tidak ada jatuh tempo setahun besar-besar," ujarnya.