REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Rentetan Gempa yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak hanya menyebabkan ribuan bangunan rusak parah dan ratusan korban meninggal dunia, tapi juga sempat mengganggu aktivitas perekonomian. Namun, sejak gempa pertama, pada 29 Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 skala Richter (SR), yang diikuti gempa kedua pada 5 Agustus 2018 dengan kekuatan 7 SR, dan gempa berkekuatan 6,2 SR pada 9 Agustus 2018, Bank Indonesia (BI) tetap memastikan roda perekonomian tetap berjalan.
"BI tetap melayani kegiatan penarikan dan setoran baik tunai dalam pecahan dan jumlah yang cukup, maupun transaksi non-tunai perbankan untuk memastikan sistem pembayaran dan perekonomian di NTB tetap berjalan," tegas Deputi Gubernur BI, Rosmaya Hadi, usai memberikan bantuan pada korban gempa, di Desa Gondang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pekan ini. BI ingin tetap meyakinkan masyarakat kalau kebutuhan uang bisa terpenuhi.
Upaya tersebut tetap dilakukan meski BI sendiri mengalami gangguan lantaran gedung BI juga terdampak gempa. Terutama di lantai tiga terkait ekonomi moneter dan lantai dua terkait sistem pembayaran tunai dan non-tunai.
"Gedung BI terkena dampak saat terjadi gempa kedua. Dan saat terjadi gempa ketiga, kondisinya menjadi tidak aman untuk bekerja di dalam gedung," tutur Kepala Perwakilan BI Provinsi NTB, Achris Sarwani, dalam kesempatan yang sama.
Lantaran itu, BI pun mendirikan tenda-tenda di halaman gedung sebagai site office. Di tenda-tenda itulah layanan BI terkait sistem pembayaran dan peredaran uang dilakukan. Ketika ada permintaan uang dari perbankan, sejumlah petugas BI masuk ke dalam gedung untuk menyiapkan uang dan hanya dibatasi selama 15 menit, lalu diminta kembali ke luar gedung. Dipandang masih berisiko bagi keselamatan petugasnya, BI pun melakukan secara mobile dengan menempatkan mobil yang biasa digunakan untuk penukaran uang dengan pengamanan sangat ketat, di luar gedung.
Khusus pembayaran non-tunai, kata Achris, tidak terlalu terganggu. Masalahnya, banyak bank tutup lantaran gedung kantornya rusak cukup parah. "Solusinya, kami menyediakan guest bank. Perbankan yang sistem non-tunainya terganggu, bisa datang ke kantor BI menggunakan seperangkat komputer yang sudah disiapkan sehingga transaksi non-tunai bank bersangkutan bisa tetap berjalan," paparnya.
Sejak gempa kedua, diungkapnya, peredaran uang tunai ke masyarakat paling terganggu. "Maka saat itu, kami mengimbau perbankan untuk menjaga agar uang di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tetap mencukupi. "Kita terus berkomunikasi dengan perbankan, jangan sampai ATM kosong. Kalau ATM kosong bisa mengurangi kepercayaan terhadap perbankan. BI siap melayani permintaan tunainya di site office dan mobile tadi. Jangan sampai ada kesan tidak ada uang beredar saat bencana. Kami terus berusaha survive agar perbankan bisa tetap memberikan layanan," sambung Achris.
Selain mencukupi isi ATM, BI ditegaskannya juga terus mendorong agar aktivitas bisnis dan usaha tetap berjalan. Achris menyampaikan harga-harga sebenarnya tidak terpengaruh karena stoknya ada. "Hanya saja, toko-toko tidak berani buka." Tapi kondisi ini, dia bilang, tidak berlangsung lama. Toko dan penjual bahan pangan pun, satu per satu mulai beroperasi kembali. "Sehingga kondisi psikologisnya tidak terlalu menakutkan. Alhamdulillah, tidak ada juga penimbunan atau spekulan bahan pangan. Satgas dari Kepolisian Daerah juga turun tangan memastikan itu," paparnya.
Kini, menurut Achris, kegiatan ekonomi perlahan mulai normal. Namun, agaknya BI masih akan mengoperasikan site office di luar gedung, setidaknya dan selama masa tanggap darurat bencana sampai 25 Agustus 2018 mendatang, sambil menunggu perbaikan gedung. "Apapun kondisinya, kita harus beroperasi agar roda perekonomian tetap berputar," tegas Achris.