Kamis 16 Aug 2018 06:28 WIB

Pengusaha Komit Bantu Pemerintah Bawa Masuk Dolar

Devisa hasil ekspor diperlukan untuk memperkuat nilai tukar rupiah

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Dolar AS
Foto: M Syakir/Republika
Dolar AS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha Indonesia berkomitmen untuk membantu pemerintah untuk menjaga rupiah dan menjaga devisa negara. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani menjelaskan saat ini pengusaha berkomitmen untuk membantu pemerintah dengan menarik dolar AS dan mencairkannya ke rupiah.

Hal, menurut Rosan, ini bisa digenjot dari menekan impor dan meningkatkan ekspor. "Dengan keadaan saat ini memang kita musti sinergi untuk bisa menjaga devisa negara. Kita harus tumbuh secara berkualitas," ujarnya, Rabu (15/8).

Rosan tak menampik kondisi ekonomi dan rupiah saat ini sangat berpengaruh kepada dunia usaha. Sebab, tak bisa dipungkiri bahan baku mentah dari industri dalam negeri masih bergantung pada impor.

Baca juga, Cadangan Devisa Indonesia Berkurang 1,5 Miliar Dolar AS

Menurutnya, jika rupiah terus melemah, maka akan berdampak pada dunia usaha. "Yang repot kita juga. Karena tidak bisa dipungkiri 70 persen raw material kita impor," kata Rosan.

Rosan mengatakan ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pengusaha. Pertama, kata dia, dengan melakukan efisiensi.

Rosan menilai dengan adanya dukungan dari pemerintah berupa fasilitas insentif dan kemudahan investasi bisa mendorong pengusaha terus menjalankan roda ekonomi.

Langkah kedua, kata Rosan, para pengusaha sepakat untuk bisa membawa dolar AS secara maksimal ke dalam negeri. Nantinya, dolar ini para pengusaha sepakat untuk tidak terlalu lama diendapkan.

Rosan mengatakan, dolar yang didapat diharapkan bisa dikonversi menjadi rupiah, sehingga jumlah rupiah dalam negeri akan semakin banyak dan bisa menguatkan rupiah.

Baca juga, Menko Darmin: Ekonomi Bocor karena Devisa tak Kembali

Ia mencontohkan di sektor batu bara, sudah mencakup 15 persen dari dana devisa hasil ekspor yang masuk ke dalam negeri. 15 persen dana ini sudah dikonversi menjadi rupiah.

Namun, kedepan pengusaha berkomitmen untuk bisa menaikan konversi ini menjadi 40 sampai 50 persen. Rosan menuturkan, dari total dana hasil ekspor masih ada 20 persen yang masih diparkir di luar negeri.

"Ini kan bisa nambah cadangan devisa 20 miliar dolar AS. Jika bisa ditingkatkan hingga 40 sampai 50 persen maka kalau ini dikonversi ke rupiah bisa menguatkan mata uang kita," ujar Rosan.

Rosan mengatakan, pengusaha bisa memanfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah dan Bank Indonesia, baik berupa insentif atau fasilitas swap. "Tapi kita kan lihat dengan adanya fasilitas swap dari BI untuk jangka panjang ini membantu kita. Kita dapat kepastian ini akan terjaga. Buat kami yang penting itu kepastian dan terukur. Kita mau semua stabil," ujar Rosan.

Senada dengan Rosan, Pemilik Lippo Grup, James Riyadi menjelaskan pengusaha mendukung penuh rencana pemerintah untuk meningkatkan ekspor dan membatasi impor. Terlebih lagi, menurut James, pengusaha memang harus peka atas pergerakan pasar dunia.

James mengatakan untuk bisa menekan impor memang perlu diperbanyak suplai bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Meski James tak merinci berapa banyak material supply yang selama ini ada, namun James menilai, pengembangan industri bahan baku masih bisa ditingkatkan lagi.

"Memang harus dikembangkan pasokan bahan baku dari dalam negeri. Sekarang banyak sih. Tapi perlu ditingkatkan lagi," ujar James saat ditemui dalam kesempatan sama.

James optimistis bahwa iklim bisnis di Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara lain yang sedang mengalami krisis saat ini. James mengatakan, strategi jangka panjang yang dikembangkan oleh Lippo Grup adalah dengan menjaga ekonomi domestik.

"Terus meningkatkan skala, efisiensi. Meningkatkan size bisnisnya lebih besar lagi," ujar dia.

Di sektor Energi, bos Medco Energi, Arifin Panigoro menilai kondisi saat ini memang perlu disikapi secara serius. Hal ini mengingat tekanan dari eksternal yang cukup besar, seperti perang dagang, persoalan krisis Turki dan kebijakan kebijakan mengejutkan dari Amerika Serikat.

"Ya kita solider lah. Tapi ini kan banyak pemain gede. Jadi perannya beda-beda. Akan diatur dan diterima sendiri-sendiri untuk bicara ini bagaimana penanganan masing-masing usaha," ujar Arifin kepada Republika.

Untuk migas Arifin mengaku bisnis ini memang sudah tidak bisa bertahan lama. Apalagi, menurutnya, dengan cadangan migas yang tinggal sedikit. Maka kedepan, bisnis migas harus menggalakan eksplorasi sehingga bisa menemukan cadangan baru.

"Eksplorasi yang harus ditingkatkan. Maka, ini kan perlu dukungan pemerintah untuk bisa memfasilitasi pengusaha migas agar mudah melakukan investasi di sektor migas," ujar Arifin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement