Rabu 15 Aug 2018 07:46 WIB

Kemenkeu: Investor SBN Masih Tertarik dengan Indonesia

Lelang surat berharga negara (SBN) masih diminati para investor

Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan
Layar monitor menunjukan pergerakan grafik surat utang negara di Delaing Room Treasury (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan investor Surat Berharga Negara (SBN) masih tertarik dengan obligasi milik pemerintah Indonesia, meski saat ini sedang terjadi tekanan global yang dipicu oleh perlemahan mata uang Lira Turki.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan hal ini terlihat dari tingginya penawaran yang masuk dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) rutin pada Selasa (14/8).

"Di tengah keraguan pasar karena eskalasi perkembangan di Turki, lelang kita melebihi target Rp 10 triliun, dengan incoming bid Rp 34 triliun dan kita menangkan Rp 16,5 triliun," ujar Luky di Jakarta, Selasa (14/8).

Luky mengatakan penyerapan dana yang tinggi dari lelang enam seri SUN terjadwal ini memperlihatkan adanya kepercayaan dari para investor terhadap fundamental perekonomian Indonesia. Untuk itu, meski ketidakpastian global diperkirakan masih melanda pada semester II-2018, pemerintah masih menjalankan rencana pembiayaan melalui penarikan pinjaman maupun penerbitan SBN.

"Kita sudah mendapatkan komitmen 2,5 miliar dolar AS yang bisa dicairkan tahun ini dan depan, kemudian mekanisme 'private placement' tidak melalui lelang, serta kita optimalkan lelang kita seperti hari ini," ujar Luky.

Luky juga memastikan adanya penerbitan obligasi ritel untuk pendalaman pasar di dalam negeri seperti Saving Bonds Ritel (SBR 004), Obligasi Negara Ritel (ORI015) dan sukuk tabungan di semester II-2018.

Dalam kesempatan ini, Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan utang hingga akhir Juli 2018 telah mencapai Rp 205,57 triliun dari target Rp 399,22 triliun yang ditetapkan dalam APBN atau sebesar 51,49 persen.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama 2017, maka realisasi pembiayaan utang ini mengalami pertumbuhan negatif 30,64 persen. Realisasi pembiayaan utang, yang tercermin dari penerbitan SBN, selalu menurun sejak 2016 karena sejalan dengan upaya untuk mengurangi biaya utang, adanya pengelolaan "cash management" serta pertimbangan volatilitas pasar keuangan.

Sementara itu, rasio utang pemerintah per akhir Juli 2018 tercatat sebesar 29,7 persen terhadap PDB, dengan outstanding mencapai Rp 4.253,02 triliun, atau masih di bawah batas yang diperkenankan dalam UU sebesar 60 persen terhadap PDB.

Komposisi utang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar 18,33 persen dan penerbitan SBN, termasuk SUN dan sukuk, sebesar 81,35 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement