Senin 06 Aug 2018 15:05 WIB

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Cetak Rekor Tertinggi

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal II 2018 menjadi yang tertinggi sejak 2014

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Konsumen berbelanja kebutuhan rumah tangga di supermarket. ilustrasi
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Konsumen berbelanja kebutuhan rumah tangga di supermarket. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tumbuh 5,14 persen secara year on year (yoy) pada kuartal II 2018. Angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2018 diklaim menjadi yang tertinggi sejak kuartal II 2014.

Pada kuartal II 2014, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,15 persen (yoy). Berdasarkan data BPS, tren pertumbuhan konsumsi rumah tangga berfluktuasi sejak 2015. Akan tetapi, konsumsi rumah tangga kerap tumbuh di bawah level 5 persen.

Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,99 persen pada kuartal I 2015. Kemudian pada kuartal II 2015 turun ke level 4,97 persen.

Angka pertumbuhannya turun lagi menjadi 4,96 persen pada kuartal III 2015 dan 4,92 persen pada kuartal IV 2015. Selanjutnya, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,95 persen pada kuartal I 2016 dan 5,07 persen pada kuartal II 2016.

Kemudian turun lagi menjadi 5,01 persen pada kuartal III 2016 dan menjadi 4,99 persen pada kuartal IV 2016.

Pada tahun 2017, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,94 persen pada kuartal pertama, kemudian naik menjadi 4,95 persen pada kuartal kedua. Selanjutnya pada kuartal III turun lagi mejadi 4,93 persen dan kemudian naik menjadi 4,97 persen pada kuartal IV 2017.

Sementara, pada kuartal-I 2018 pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,95 persen. Konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 dengan porsi sebesar 55,43 persen. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,27 persen.

 

Kepala BPS Suhariyanto menilai, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2018 luar biasa. Meski begitu, Suhariyanto tidak bisa menjamin pertumbuhan konsumsi masih bisa mencapai level tersebut.

"Ke depan akan kuat tapi tidak sekuat ini. Kecuali ada yang menggerakkan lagi seperti liburan panjang atau persiapan menjelang tahun baru. Pemerintah harus menjaga inflasi supaya tidak menggerus daya beli," kata Suhariyanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement