Rabu 18 Jul 2018 06:59 WIB

Harga Minyak Berbalik Naik Setelah Turun Tajam

AS kembali mempertimbangkan untuk memberikan sanksi ke Iran

Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah berbalik naik sedikit pada akhir perdagangan Selasa (17/7) atau Rabu (18/7) pagi WIB, setelah merosot lebih dari empat persen di sesi sebelumnya. Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus, menambahkan 2,00 sen AS menjadi menetap di 68,08 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman September naik 0,32 dolar AS menjadi ditutup pada 72,16 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Harga minyak WTI dan Brent masing-masing turun 4,15 dan 4,67 persen pada perdagangan Senin (16/7) setelah Amerika Serikat dilaporkan mengatakan akan mempertimbangkan beberapa keringanan atas sanksi terhadap Iran.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan pada Jumat (13/7) bahwa Amerika Serikat ingin menghindari mengganggu pasar minyak global karena itu kembali memberlakukan sanksi terhadap Teheran. "Dan dalam kasus-kasus tertentu akan mempertimbangkan keringanan bagi negara-negara yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk menghentikan impor minyak mereka dari Iran," ujarnya.

Para analis mengatakan harga minyak stabil pada perdagangan Selasa (17/7) setelah dilanda aksi jual berat sehari sebelumnya.

Sementara itu, gangguan pasokan di Venezuela juga mendukung kenaikan harga di pasar. Dua dari empat kilang minyak mentah negara itu dijadwalkan akan menjalani pemeliharaan dalam beberapa minggu ke depan.

Unit tersebut memiliki kemampuan untuk memproses produksi gabungan 700 ribu barel per hari dan digunakan untuk menyiapkan minyak ekstra berat untuk ekspor. "Setiap kali ada pembaruan bahwa situasi di Venezuela, pada kenyataannya memburuk, itu menopang pasar," kata John Kilduff, mitra di Again Capital Management di New York, seperti dikutip Reuters.

Selain penurunan produksi Venezuela, para pedagang juga melihat persediaan AS, yang diperkirakan turun 3,5 juta barel dalam seminggu yang berakhir 13 Juli, menurut jajak pendapat awal Reuters.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement