REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kementerian Perminyakan Iran menyatakan, Iran tidak akan mengubah produksi dan ekspor minyak mentah menyusul ancaman sanksi dari Amerika Serikat (AS). Iran telah memiliki rencana untuk melawan ancaman Presiden AS Donald Trump yang meminta semua negara berhenti mengimpor minyak dari Iran.
"Rencana ini akan berhasil," ujar Menteri Perminyakan Iran Bijian Namdar Zanganeh dilansir Press TV, Senin (9/7).
Zanganeh menegaskan, ancaman Trump tersebut justru dapat mengguncang pasar minyak. Menurutnya, prinsip-prinsip yang diatur dalam OPEC tidak terpengaruh dengan tekanan politik untuk mengubah pasar.
Selain itu, upaya anti-Iran yang didengungkan oleh Presiden Trump justru dapat menjadi penyebab tingginya harga pasar internasional. "Tudingan Trump ini justru akan merusak kedaulatan nasional dan mengguncang pasar minyak," kata Zanganeh.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump menuding organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi dan gas (OPEC) telah mendorong kenaikan harga minyak. Dia meminta organisasi tersebut untuk melakukan sesuatu guna menurunkan tingginya harga bahan bakar tersebut.
Trump mengaku geram dengan tingginya harga migas dalam beberapa pekan terakhir. Kenaikan harga migas berpotensi membuat konfrontasi politik jelang pemilihan umum kongres negara pada pertengahan November nanti.
Kekhawatiran Trump datang menyusul kebijakan pemotongan pajak dan menarik beberapa regulasi federal negara yang dia inisiasi telah mengangkat perekonomian warga AS. Meningkatnya harga minyak berpotensi kembali meninggikan biaya hidup masyarakat Amerika. Hal yang tentu diwaspadai Trump.
Baca juga, AS Ingin Menghapus Iran dari Pasar Minyak Dunia.
Sebelumnya Trump mengatakan, Arab Saudi telah sepakat untuk meningkatkan produksi minyak hingga 2 juta barrel perhari. Kepada Trump, Pemerintah Arab Saudi, yang merupakan anggota terbesar OPEC, mengaku dapat memenuhi permintaan tersebut.
Arab Saudi menyebut masih memiliki cadangan migas untuk memenuhi permintaan itu. Peningkatan produksi 2 juta barel perhari dilalkukan guna menurunkan harga minyak sebagai kompensasi penurunan produksi migas di Venezuela dan Iran.
Komplain yang dilakukan Trump bersamaan dengan kampanye Paman Sam kepada negara-negara Eropa untuk memboikot belanja minyak dari Iran. Hal tersebut dilakukan agar Tehran mau memenuhi 13 permintaan AS terkait pakta nuklir 2015 atau yang disebut The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Pada 26 Juni, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, telah mendorong banyak negara agar berhenti mengimpor minyak dari Iran mulai November. Amerika Serikat, katanya, tidak menjamin dampak pengabaian oleh setiap negara yang melakukan bisnis dengan Iran.
Setelah keputusan Presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran, yang bersejarah, pada 8 Mei, Amerika Serikat berikrar akan memberlakukan kembali sanksi atas Teheran. AS juga akan menjatuhkan hukuman seperti sanksi sekunder atas negara yang memiliki hubungan bisnis dengan Teheran.
Perusahaan yang melakukan bisnis di Iran diberi waktu sampai 180 hari untuk mengakhiri penanaman modal, jika tidak, mereka menghadapi resiko dikenakan denda sangat besar.