REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk lebih selektif dalam melakukan impor. Hal itu guna memperbaiki neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit. Untuk diketahui, neraca transaksi berjalan defisit sebesar 2,1 persen terhadap PDB pada kuartal pertama 2018.
"Kita akan mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa-siapa yang membutuhkan apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun barang modal," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (3/7).
Menkeu menjelaskan, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus mewaspadai kondisi yang terkait dengan dinamika nilai tukar maupun dari keseluruhan perekonomian. Salah satu hal yang dicermati adalah defisit neraca transaksi berjalan.
Oleh karena itu, pemerintah akan berkoordinasi untuk bisa memperbaikinya dengan mendukung ekspor dan mendorong pariwisata sebagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa untuk negara.
Hal itu menjadi respons pemerintah atas tren pelemahan rupiah yang terus terjadi meski BI telah menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate hingga menjadi 5,25 persen.
Sri mengatakan, impor bahan baku masih dilakukan terutama untuk menunjang produksi. Akan tetapi, ia mengaku akan meninjau kembali impor barang modal terutama yang berhubungan dengan proyek-proyek pemerintah. "Kita akan lihat isinya apa dan apakah proyek ini urgent diselesaikan dan harus mengimpor barang modal," kata Sri.
Selain itu, pemerintah juga akan terus melakukan koordinasi dengan pihak swasta untuk tetap meningkatkan kewaspadaan. Hal itu terkait dampak kenaikan suku bunga dan pelemahan rupiah terhadap neraca keuangan.
"Mereka juga perlu melakukan langkah-langkah yang kami juga lakukan untuk melakukan adjustment sehingga akhirnya ekonomi bisa menghadapi shock secara lebih baik dan tidak menimbulkan gejolak," kata Sri.
Baca juga, Rupiah Tertekan, Suku Bunga Acuan Naik Hingga 50 Bps.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan, pelemahan nilai rupiah pada Selasa ini, yang sempat menyentuh level di Rp14.450 per dolar AS, masih dalam rentang yang manageable (terkendali). Ia meminta pasar tidak perlu panik.
Dalam pertemuan dengan pimpinan media massa di Jakarta, Selasa (3/7), Perry mengatakan BI terus melakukan stabilisasi dengan menerapkan intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk membendung keluarnya modal asing yang mendepresiasi kurs rupiah.
"Pelemahan rupiah yang sekarang ini masih manageable (terkendali), secara tahun berjalan juga manageable sehingga tidak perlu panik," ujar dia.