REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seperti kebanyakan suku-suku terasing di Indonesia, cara hidup Suku Sakai sangat bergantung kepada alam. Alihfungsi kawasan hutan menjadi daerah industri dan usaha, membuat mayoritas masyarakat suku yang hidup di pedalaman Riau, Sumatera ini harus hidup berpindah-pindah di dalam hutan.
Namun, beberapa diantara mereka ada juga yang memilih untuk menetap dengan bertani dan berladang. Mus Mulyadi merupakan salah satu orang Sakai yang memilih cara hidup seperti ini.
Cara hidup sebagian besar orang Sakai yang masih memilih menjadi petani yang berpindah-pindah membuat Mus Mulyadi gundah. Ini lantaran lahan produktif yang luas di sekitar kediamannya terus terbengkalai.
Tak banyak orang-orang Sakai di Riau yang mau memanfaatkan lahan tersebut untuk pertanian, peternakan atau kegiatan ekonomi lainnya. Mus Mulyadi kerap memperbincangkan kondisi ini di lingkungannya.
Dia ingin mengubah kondisi tersebut. Ia menginginkan agar orang-orang Sakai tidak lagi hidup berpindah-pindah dan mau mengelola lahan yang terbengkalai sebagai sumber kehidupan mereka.
Dengan hidup menetap, ia berharap masyarakat Sakai tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri namun juga bisa menghasilkan pendapatan dari usaha pertanian yang mereka lakukan. "Suku Sakai terkenal dengan kehidupan sehari-harinya mengambil hasil hutan, berladang yang berpindah-pindah," ujar Mus Mulyadi, Ketua Kelompok Pertanian Terpadu Masyarakat Sakai Pematang Pudu (KPTMSPP).
Untuk mengubah budaya setempat tentu tak segampang membalik telapak tangan. Perubahan tidak bisa dilakukan sendirian oleh Mus Mulyadi.
Dengan dukungan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengoperasikan lapangan migas di Riau, secara perlahan Mus Mulyadi berupaya mengubah kebiasan mayoritas masyarakat Suku Sakai.
Memanfaatkan bantuan dari program investasi sosial CPI, Mus Mulyadi membentuk Kelompok Pertanian Terpadu Suku Sakai di Kelurahan Pematang Pudu, Kabupaten Bengkalis, Riau. Ia mulai merintis kegiatannya ini sejak Desember 2011.
Pada tahap awal, masyarakat diberikan pembinaan dan pelatihan terlebih dahulu. Tidak langsung diberikan bibit atau pakan untuk ternak.
Program pembinaan pertanian terpadu tersebut merupakan bagian dari PRISMA (Promoting Sustainable Integrated Farming, Small Enterprise Cluster and Microfinance Access), sebuah inisiatif yang berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menyasar para petani, pelaku usaha mikro, serta kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang tersebar di wilayah operasi Chevron.
Namun, seperti yang dia perkirakan sebelumnya, mengubah kebiasaan saudara-saudara sesukunya sangat susah. "Ada yang tidak betah, tapi bagi saya tidak masalah. Saya pelan-pelan. Alhamdulillah, ada beberapa warga kita di sini sekarang sudah mulai mencontoh. Bagi saya, terasa sangat bermanfaat," ungkapnya saat bercerita pada wartawan di stan Chevron IPA Convex 2018 baru-baru ini.
Setelah diberikan pembinaan dan pelatihan, para petani diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan, antara lain pupuk dan juga pendampingan. Upaya tersebut membuahkan hasil. Komoditas pertanian dan perikanan yang dihasilkan mulai beragam antara lain kangkung, cabai, kacang panjang, ayam potong, ikan lele, ikan patin, bebek, dan burung puyuh.
Usaha yang dirintis Mus Mulyadi selama enam tahun terakhir ini berbuah manis. Mereka yang mengikuti program ini kini sudah memiliki penghasilan yang cukup untuk kehidupan sehari-hari.
"Jika memiliki keinginan yang kuat untuk berubah, kita pasti berhasil. Hal yang begini kita harus ditularkan kepada anggota masyarakat Sakai lainnya. Sekarang Sakai bertani profesional," ucap Mus.
Menurut Yanto Sianipar, Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs (PGPA) Chevron di Indonesia, pembinaan masyarakat Suku Sakai merupakan salah satu program investasi sosial di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Program PRISMA bertujuan menciptakan kemandirian masyarakat melalui pelatihan pengembangan kapasitas, bantuan teknis, dan menawarkan bantuan pinjaman melalui lembaga keuangan mikro kepada kelompok tani, usaha kecil, dan koperasi.
Program PRISMA telah mendukung lebih dari 2.500 mitra binaan. Pelaksanaannya mencakup 30 sektor, termasuk pertanian, perikanan, komoditas makanan olahan, industri kreatif seperti kerajinan tenun, batik, serta desa wisata berwawasan ekonomi (ekowisata).
Menurut Yanto, Chevron juga membantu mendirikan sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di sekitar wilayah operasinya. "Sentra UKM berfungsi sebagai rumah dagang dan pusat bimbingan usaha," katanya.
Untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, kata dia, Chevron dan mitra pelaksana program terus melakukan pembinaan, penyebaran peralatan pendukung program, dan pendampingan di lapangan guna meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menjalankan usaha serta mengembangkan potensi lokal.