REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Tradisi mudik sudah mendarah daging bagi umat Muslim di Indonesia, khususnya yang merantau dari daerah asalnya. Setiap Lebaran, para perantau berbondong-bondong kembali ke daerahnya, baik di Jawa atau di luar Jawa. Harga tiket moda transportasi, terutama pesawat, ikut melangit seiring tingginya permintaan.
Mudik bagi orang Indonesia juga tak sekadar menjalin silaturahim. Di kampung halaman, para perantau juga membelanjakan simpanan uangnya. Terbayang, begitu besar aliran uang dari ibu kota yang masuk ke kantong-kantong di daerah. Lantas seberapa efektifkah mudik mendorong pertumbuhan ekonomi daerah?
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumbar, Endy Dwi Tjahjono menjelaskan bahwa berdasarkan pola tahunan yang tercatat, jumlah uang beredar selama Puasa dan Lebaran selalu tumbuh di kisaran 4 persen pertahun.
Namun, Endy punya prediksi adanya pertumbuhan uang beredar yang lebih tinggi pada Puasa dan Lebaran tahun ini. Alasannya, momentum Lebaran berdekatan dengan Pilkada serentak yang membuat konsumsi partai politik ikut melonjak.
"Hal ini akan menambah uang beredar dari partai maupun kadidat individu yang banyak memberikan uang bantuan tunai secara langsung kepada masyarakat," jelas dia.
(Baca: Anang Optimistis Lebaran Picu Kebangkitan Ekonomi Daerah)
Tak hanya itu, peningkatan uang beredar juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah pusat untuk menyalurkan Tunjangan Hari Raya (THR) dengan nominal yang lebih tinggi dibanding tahun lalu. THR, menurutnya, praktis membuat pola konsumsi masyarakat ikut melambung.
"Dampaknya secara langsung akan mendorong kenaikan konsumsi," katanya.
Peningkatan konsumsi ini lah yang menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Endy berharap, aliran uang masuk ke daerah bisa membantu pelaku UMKM dan pengusaha rumahan untuk menambah modal kerjanya. Peningkatan keuntungan selama musim mudik bisa ikut mengembangkan usaha pelaku UMKM di daerah.
"Namun sejalan dengan kenaikan permintaan tersebut, patut diwaspadai tekanan inflasi yang menyertai. Terutama bila tidak terserap oleh kenaikan produksi," katanya.
Jumlah pemudik menuju Sumbar menggunakan transportasi udara diprediksi tembus angka 60 ribu orang. Sementara pemudik yang pulang ke Tanah Minang melalui tradisi 'pulang basamo' tercatat ada 15 ribu orang. Sementara itu, jumlah pemudik ke Sumbar secara menyeluruh diperkirakan mencapai jutaan orang. Dinas Perhubungan Sumbar mencatat, jumlah pemudik yang masuk wilayah Sumbar selama periode mudik 2017 lalu mencapai 3,5 juta orang. Sementara tahun ini, diperkirakan akan merosot menjadi 2 juta orang.
Kepala Biro Kerja Sama dan Rantau Sekretariat Provinsi Sumbar Luhur Budianda menilai, tradisi mudik bagi masyarakat Minang memiliki makna yang mendalam. Tak hanya perkara silaturahim, mudik juga menjadi bahan bakar bagi mesin perekonomian masyarakat di daerah. Ia memisalkan, bila satu orang pemudik membawa Rp 1 juta untuk bertransaksi di Sumbar, maka jutaan pemudik tentu bisa mengalirkan uang triliunan rupiah selama libur Lebaran.
"Nilai ekonominya cukup signifikan biasanya. Kalau kita ambil terendah saja, setiap orang Rp 1 juta, nilainya besar. Itu pun ngga mungkin kan cuma sejuta," katanya.