REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla memanggil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Pemanggilan ini terkait keluhan dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) agar pemerintah memberikan porsi pengerjaan proyek infrastruktur lebih banyak kepada pengusaha swasta ketimbang BUMN.
Gapensi pun meminta agar proyek infrastruktur pemerintah yang nilainya dibawah Rp 100 miliar dapat diserahkan kepada kontraktor swasta.
Terkait hal tersebut, Basuki mengatakan, saat ini hampir seluruh proyek pemerintah di bawah Rp 100 miliar sudah diserahkan kepada kontraktor lokal. "Sudah berjalan sebenarnya, cuma mungkin tertulis mau saya bikin, edaran saja," ujar Basuki ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Senin (28/5).
Basuki menegaskan, sekarang tidak ada BUMN yang mengambil proyek pemerintah di bawah Rp 100 miliar, terutama untuk proyek-proyek Bina Marga. Basuki menyebut proyek-proyek Bina Marga kini sudah didominasi oleh kontraktor swasta.
"(Proyek) dibawah Rp 100 miliar kebanyakan BUMN sudah nggak ambil lagi, dari semua pekerjaan Bina Marga, BUMN sangat kecil," kata Basuki.
Di sisi lain, Basuki menegaskan, pemerintah telah melibatkan sektor swasta dalam proyek strategis nasional, terutama untuk pembangunan jalan, jembatan, dan jalan tol. Basuki mengatakan, proyek pembangunan jalan sudah didominasi oleh sektor swasta yakni sekitar 70 persen. "Lebih dari 70 persen, kalau di (proyek pembangunan) jalan," ujar Basuki.
Ia mengakui, sektor swasta saat ini memang belum bisa berdiri sendiri untuk mengerjakan proyek pembangunan bendungan sehingga harus ada kerja sama operasi (KSO) dengan BUMN.
Basuki mencontohkan, Adhi Karya tidak bisa berdiri sendiri untuk membangun bendungan karena belum memiliki pengalaman. Oleh karena itu, apabila ada swasta ingin berpartisipasi dalam membangun bendungan maka harus bekerja sama dengan BUMN.
Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Karumpa mengatakan, dari 147 ribu anggota Gapensi belum ada yang dilibatkan dalam pengerjaan proyek infrastruktur nasional. "Kami sampaikan dari 147 ribu anggota pelaksana konstruksi nasional di Indonesia saat ini masih menanti nawacita pembangunan infrastruktur, masih banyak yang belum kebagian, apalagi mau lebaran," ujar Andi usai beraudiensi dengan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla.
Andi menjelaskan, dari 16 proyek strategis nasional peran swasta hanya sekitar 1 persen yakni hanya pengusaha besar saja. Padahal nilai 16 proyek strategis nasional tersebut mencapai Rp 6.000 triliun. "Bisa dong, kita juga mampu, cuma memang kualifikasi untuk kelas itu kan masih didominasi BUMN, itu yang ingin kita ubah, yang 1 persen ini coba dimanfaatkan benar-benar untuk bisa bergabung dengan BUMN," kata Andi.
Pada masa pemerintahan Jokowi (2015-2019), total proyek infrastruktur sebesar Rp 4.000 triliun. Dari jumlah tersebut porsi yang digarap BUMN sekitar 55 persen dan hanya dikerjakan oleh 8 kontraktor.
Adapun 140 ribu kontraktor swasta mesti bersaing memperebutkan porsi 45 persen tersebut. Andi mengatakan, wakil presiden menanggapi bahwa kontraktor swasta nasional harus dapat bersaing dengan BUMN untuk pengerjaan proyek swasta nasional tersebut.
"Pak wakil presiden bilang ini persaingan, silakan berkompetisi, yang kami minta supaya nanti peraturan di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) supaya membuat ambang batas," ujar Andi.
Sementara dari total anggaran yang dibutuhkan, kemampuan APBN hanya 33 persen atau sekitar Rp 1.551 triliun. Sisanya, pemerintah menyerahkan kepada BUMN sebesar Rp 1.175 triliun ekuivalen 25 persen dan Rp 1.974 triliun atau sekitar 42 persen kepada swasta.