REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menyatakan, aksi terorisme yang terjadi dalam beberapa hari ini diperkirakan berdampak marginal pada pelemahan nilai tukar rupiah serta koreksi kinerja pasar saham dan pasar obligasi domestik.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di Bank Indonesia, nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp 14.094 per dolar AS pada Rabu (16/5), menguat 74 poin dibandingkan Selasa (15/5) di level Rp 14.020 per dolar AS.
Sementara berdasarkan data Bloomberg USD-IDR Spot Exchange Rate, perdagangan rupiah pada Rabu (16/5) dibuka di level Rp 14.070 per dolar AS dan ditutup di level Rp 14.097 per dolar AS. Perdagangan rupiah pada hari ini, Rabu (16/5), berada di kisaran Rp 14.070- Rp 14.109 per dolar AS.
Josua menambahkan, melihat pengalaman pada aksi terorisme sebelumnya, kinerja pasar keuangan domestik diperkirakan akan berangsur pulih kurang dari 1-2 bulan pasca kejadian terorisme. "Hal ini mengingat pemerintah dan POLRI akan berupaya untuk meningkatkan keamaan di pusat-pusat kegiatan ekonomi," kata Josua saat dihubungi Republika, Rabu (16/5).
Menurutnya, para pelaku pasar diperkirakan akan lebih fokus pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) bulan Mei 2018 terkait arah suku bunga kebijakan BI. "BI pada pekan lalu menyatakan mempunyai ruang untuk menaikkan suku bunga acuan yang diharapkan dapat meredam volatilitas di pasar keuangan sehingga memberikan kepercayaan pada pelaku pasar," imbuhnya.
Josua menjelaskan, nilai tukar rupiah diperdagangkan melemah pada hari ini ke level Rp 14.000 sampai Rp 14.100 per dolar AS. Pergerakan rupiah dipengaruhi oleh kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS yang menyentuh level 3,07 persen, atau level tertinggi pada tahun ini.
"Kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS tersebut dipengaruhi oleh revisi ke atas data penjualan ritel AS pada bulan Maret yang mengindikasikan perekonomian AS pada kuartal I 2018 bisa lebih tinggi dari estimasi awal," terangnya.
Selain itu, kepemilkan pemerintah AS pada surat utang pemerintah AS juga turut mendorong kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS. Pergerakan rupiah juga turut dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan April yang mencapai 1,63 miliar dolar AS yang selanjutnya dapat berpotensi mendorong pelebaran defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018.