REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah melakukan evaluasi tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (valas) di Bank Umum serta untuk simpanan dalam rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Tingkat Bunga Penjaminan periode 15 Mei 2018 sampai 17 September 2018 untuk simpanan dalam rupiah di Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat tidak mengalami perubahan, yakni Bank Umum 5,75 persen untuk Rupiah, dan 0,75 persen untuk valas. Adapun BPR 8,25 persen untuk Rupiah.
Sekretaris Lembaga LPS, Samsu Adi Nugroho, mengatakan, kebijakan tersebut ditetapkan dengan memperhatikan perkembangan suku bunga simpanan bank, benchmark yang bergerak stabil setelah mengalami tren menurun sepanjang 2017 hingga kuartal pertama 2018. "Namun demikian terdapat peningkatan volatilitas pada pasar keuangan dan indikasi awal pergeseran struktural arah suku bunga simpanan yang terlihat dari pergerakan dan arah likuiditas perbankan," kata Samsu melalui siaran pers, Senin (14/5).
Mengantisipasi perkembangan tersebut, lanjutnya, LPS akan meningkatkan intensitas monitoring dan evaluasi terkait kebijakan Tingkat Bunga Penjaminan. "LPS terbuka untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan pada kesempatan pertama terhadap kebijakan Tingkat Bunga Penjaminan sesuai dengan perkembangan data tingkat bunga simpanan perbankan dan hasil evaluasi atas kondisi stabilitas sistem keuangan nasional," katanya.
Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah penyimpan melebihi Tingkat Bunga Penjaminan simpanan, maka simpanan nasabah tersebut menjadi tidak dijamin.
Bank diwajibkan memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai Tingkat Bunga Penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi pada tempat yang mudah diketahui oleh nasabah penyimpan.
Dalam melindungi nasabah dan memperluas cakupan penjaminan, LPS menghimbau agar perbankan lebih memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam penghimpunan dana. Dalam menjalankan usahanya, bank diminta memperhatikan kondisi likuiditas ke depan.
"Dengan demikian, bank diharapkan dapat mematuhi ketentuan pengelolaan likuiditas perekonomian oleh Bank Indonesia, serta pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan," katanya.