REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan sebanyak empat blok minyak dan gas bumi (migas) yang akan habis masa kontraknya atau terminasi pada tahun 2019 segera menyusul skema kontrak bagi hasil gross split seperti 16 blok sebelumnya.
"Kini, total blok migas yang akan menggunakan gross split tercatat sebanyak 20 blok. Termasuk tambahan empat blok migas terminasi tahun 2019 kemarin. Gross split terbukti menarik bagi investor, dan itu menepis keraguan para pesimistis," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Ahad (13/5).
Kehadiran kontrak model baru gross split, kata Agung, selain menciptakan efisiensi, juga memberikan fleksibilitas bagi para kontraktor sekaligus menjawab tantangan global atas investasi hulu migas di Indonesia.
"Efisensi itu pasti. Kontraktor juga akan dapat tambahan split jika mampu melakukan kegiatan operasi migas di daerah sulit, seperti frontier dan laut dalam,” ujar Agung.
Agung menekankan, iklim investasi migas Indonesia semakin bergairah semenjak diberlakukannya skema gross split pada awal 2017. Menurut dia, tidak benar jika gross split membuat invetasi migas Indonesia tidak menarik.
"Buktinya, tahun 2015 dan 2016 dengan skema cross recovery tak satupun blok migas laku. Tahun 2017, lima blok migas gross split laku dan dari lelang 2018 penawaran langsung sudah empat yang laku. Mungkin nanti akan nambah lagi dari lelang regular 2018. Kita lihat,” kata Agung.
Pemerintah memberikan berbagai kemudahan investasi bagi para kontraktor seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2017 dan PP Nomor 53 Tahun 2017 terkait insentif fiskal kontrak migas. Pada masa eksplorasi, misalnya.
Bea masuk sudah dibebaskan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Penghasilan impor tidak dipungut biaya. Pajak Bumi Bangunan ada pengurangan hingga 100 persen. Sedangkan untuk periode eksploitasi diberikan berdasarkan pertimbangan keekonomian.
Selain itu, biaya pemakaian fasilitas secara bersama dikecualikan dari PPh dan tidak dipungut PPN. Ada juga insentif First Tranche Petroleum (FTP) juga tidak kena pajak. Pengeluaran biaya tidak langsung kantor pusat bukan menjadi objek PPh dan PPN.
Merespons perubahan tersebut, Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Ronald Gunawan mengapresiasi langkah Pemerintah atas dampak nyata yang dirasakan langsung oleh para pelaku usaha.