REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan mengambil langkah tegas demi menjaga stabilitas perekonomian. Bank sentral menilai, tantangan global kini tengah meningkat.
Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, tantangan global terutama datang dari siklus peningkatan suku bunga di Amerika Serikat (AS), meningkatnya harga minyak dunia, serta menguatnya risiko geopolitik sebagai akibat meningkatnya tensi sengketa dagang AS-CIna, serta pembatalan kesepakatan nuklir AS-Iran. Semua itu mengakibatkan dolar AS menguat terhadap seluruh mata uang dunia, termasuk rupiah.
BI mencatat, per 9 Mei 2018, selama Mei 2018 (month to date) kurs rupiah melemah 1,2 persen, Thai baht 1,76 persen, dan Turkish lira 5,27 persen. Sementara itu, sepanjang 2018 (year to date) rupiah melemah 3,67 persen, Pilipina peso 4,04 persen, India rupee 5,6 persen, Brazil real 7,9 persen, Russian rubel 8,84 persen, serta Turkish lira 11,42 persen.
"Melemahnya nilai tukar Rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini," tegas Agus melalui pernyataan resminya, Jumat, (11/5).
Maka terkait hal itu, kata dia, dengan melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang bisa berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang. BI akan secara tegas sekaligus konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.
"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bank Indonesia memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan (7 Days Reverse Repo). Respons kebijakan itu akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tegas Agus.
Di sisi lain, kata dia, BI juga bakal konsisten mendorong berjalannya mekanisme pasar secara efektif dan efisien. Hal itu agar ketersediaan likuiditas baik di pasar valuta asing dan pasar uang tetap terjaga baik.
Agus menuturkan, operasi moneter di pasar valuta asing tetap akan dilakukan untuk meminimalkan volatilitas nilai tukar agar keyakinan pelaku ekonomi dapat dipastikan tetap terjaga. "Operasi moneter di pasar uang akan terus dilakukan untuk memastikan ketersediaan likuiditas rupiah yang memadai dan terjaganya stabilitas suku bunga di pasar uang, dalam koridor yang sejalan dengan stance kebijakan moneter Bank Indonesia," jelasnya.
Kolaborasi dengan otoritas terkait dan industri keuangan terutama asosiasi, kata Agus, akan semakin diperkuat pula. Tujuannya untuk memperdalam dan mengefisienkan price discovery di pasar valuta asing dan pasar uang, termasuk melalui penambahan variasi instrumen, penguatan infrastruktur pasar keuangan, dan memperkuat kredibilitas suku bunga acuan pasar (market reference rate).
"Koordinasi dengan pemerintah pun akan semakin diperkuat untuk memastikan terjaganya inflasi sesuai sasaran. Hal itu demi memastikan berjalannya reformasi struktural secara efektif untuk memperkuat struktur neraca transaksi berjalan dan neraca modal, serta berbagai kebijakan struktural lainnya untuk meningkatkan daya saing perekonomian," kata Agus.
Seperti diketahui, saat ini kurs rupiah masih di posisi Rp 14 ribu per dolar AS. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar AS (Jisdor), hari ini, mata uang garuda berada di level Rp 14.048 per dolar AS.