REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak naik untuk hari keempat berturut-turut pada akhir perdagangan Senin (7/5) hingga ke level tertinggi sejak 2014. Kenaikan harga minyak dipicu masalah perusahaan minyak Venezuela PDVSA dan kemungkinan Amerika Serikat dapat memaksakan kembali sanksi terhadap Iran.
Harga patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, naik 1,01 dolar AS atau 1,5 persen, menjadi menetap di 70,73 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Level itu merupakan yang tertinggi sejak November 2014.
Sementara itu, harga patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juli, melonjak 1,30 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi ditutup pada 76,17 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Perusahaan minyak utama AS, ConocoPhillips, bergerak untuk mengambil aset-aset di Karibia dari perusahaan minyak milik negara Venezuela PDVSA guna menegakkan putusan arbitrase senilai 2 miliar dolar AS.
"Jika ConocoPhillips berhasil, maka itu akan membatasi pendapatan yang akan dimiliki PDVSA dan memberi mereka lebih banyak masalah dalam membayar tagihan mereka dan memproduksi minyak mereka," kata Gene McGillian, manajer riset pasar di Tradition di Stamford.
Secara keseluruhan, tindakan perusahaan akan memengaruhi sekitar 400 ribu barel per hari (bph) minyak yang biasanya dikirim dari tiga lokasi, sekitar sepertiga dari ekspornya. Pada kuartal pertama, PDVSA mengekspor 1,19 juta barel per hari minyak mentah dari terminalnya di Venezuela dan Karibia, menurun 29 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut data Thomson Reuters. Produksi minyak Venezuela telah berkurang separuhnya sejak awal 2000-an.
Presiden AS Donald Trump mengatakan keputusan apakah akan tetap dalam kesepakatan nuklir Iran atau menjatuhkan sanksi akan diumumkan pada pukul 14.00 pada Selasa (8/5) waktu setempat, empat hari lebih awal dari yang diperkirakan.
"Saya pikir itu adalah tanda bahwa dia berencana untuk menerapkan kembali sanksi, dan satu-satunya pertanyaan untuk pasar minyak adalah seberapa cepat," kata Joe McMonigle, seorang analis energi di Hedgeye Research. "Saya pikir mereka akan secepat mungkin mencoba menerapkan sanksi."
Perjanjian tersebut memiliki klausul penyelesaian sengketa yang memberikan setidaknya 35 hari untuk mempertimbangkan klaim bahwa pihak mana pun telah melanggar ketentuannya. Itu bisa diperpanjang jika semua pihak setuju.
Jika Trump memulihkan sanksi inti AS, berdasarkan undang-undang AS, ia harus menunggu setidaknya 180 hari sebelum menerapkan sanksi berat. Sanksi maksimal tersebut yakni menargetkan bank-bank negara yang gagal memotong pembelian minyak Iran secara signifikan.
Analis di RBC Capital Markets mengatakan ekspor Iran dapat dipangkas sebesar 200 ribu hingga 300 ribu barel per hari sebagai akibatnya. Namun demikian, para pejabat Iran mengatakan bahwa industri minyak negara itu akan terus berkembang, sekalipun jika Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan.