Kamis 26 Apr 2018 19:31 WIB

Karakteristik Inflasi Indonesia Dipengaruhi Faktor Kejutan

Inflasi tidak cukup hanya direspons oleh kebijakan moneter.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Yusuf Assidiq
Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se Jawa.
Foto: Neni Ridarineni.
Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se Jawa.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai bahwa karakteristik inflasi di Indonesia selama ini banyak dipengaruhi oleh faktor kejutan (shock). Antara lain berupa gangguan produksi karena bencana alam seperti banjir dan musim kering berkepanjangan.

"Faktor alam ini banyak memengaruhi inflasi pada kelompok bahan makanan (volatile food)," kata Sultan saat menjadi keynote speech berjudul 'Sinergi Pengendalian Inflasi Kawasan Jawa melalui Penguatan Kerja Sama Antardaerah dan Pemanfaatan Teknologi E-Channel' pada Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se-Jawa Tahun 2018 yang Royal Ambarukmo Yogyakarta, Kamis (26/4).

Di samping itu, lanjut Sultan, kejutan juga dapat berupa kebijakan kenaikan tarif yang memberikan dampak pada inflasi kelompok komoditas yang harganya diatur pemerintah. Dengan kondisi tersebut, inflasi tidak cukup hanya direspons oleh kebijakan moneter yang merupakan tugas Bank Indonesia.

Untuk menurunkan inflasi pada level stabil, ujarnya, perlu dukungan pemerintah yang memiliki kewenangan mengatasi gangguan oleh shock dari sisi penawaran termasuk terkait gejolak harga pangan dan harga yang diatur pemerintah. Selain itu juga perlu kesadaran masyarakat sebagai konsumen dengan selalu mengedepankan sikap bijak berbelanja, agar inflasi terjaga guna menumbuhkan masyarakat yang sejahtera.

Lebih lanjut Sultan mengatakan pengendalian inflasi nasional perlu dukungan daerah mengingat inflasi nasional dibentuk oleh hampir 81 persen inflasi daerah (di luar Jakarta) dan merupakan hasil agregasi dari inflasi sejumlah 82 kota di Indonesia. Maka koordinasi melalui harmonisasi kebijakan dari dan/ke level daerah yang efektif tidak hanya menekan laju inflasi di daerah, tetapi berlanjut pada pencapaian sasaran inflasi yang rendah dan stabil.

Sultan juga menegaskan sinergi adalah elemen penting untuk suksesnya pengendalian inflasi. Berdasarkan fakta, determinan inflasi dipengaruhi oleh berbagai kebijakan, baik moneter, fiskal, maupun non moneter dan nonfiskal yang melibatkan beragam instansi, baik level pusat maupun daerah.

Oleh karena itu, sarannya, dalam rangka meningkatkan efektivitas pengendalian inflasi nasional, koordinasi pengendalian inflasi di level pusat dengan daerah dan antardaerah sangat diperlukan. Sebab adanya keterkaitan ekonomi antardaerah, sehingga tekanan inflasi yang terjadi di suatu daerah berpotensi merambah ke daerah lainnya terutama daerah tetangga.

"Selain itu, bisa terjadi sumber tekanan inflasi di suatu daerah berada di luar kewenangan pemerintah daerah setempat, tetapi merupakan kewenangan pemerintah pusat," kata Sultan.

Menurutnya, fakta tersebut merupakan titik tolak perlunya koordinasi Tim Pengendali Inflasi dengan Pokjanas TPID, maupun koordinasi antar TPID, sehingga kendala yang terindentifikasi dapat segera ditangani sesuai kewenangan masing-masing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement