Rabu 18 Apr 2018 19:49 WIB

Muamalat Butuh Investor Berkomitmen Jangka Panjang

Saat bank tumbuh, secara berkala bank butuh tambahan modal untuk melakukan ekspansi.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Andi Nur Aminah
refleksi kendaraan melintas di depan kantor pusat Bank Muamalat, Jakarta, Ahad (1/4).
Foto: Republika/Prayogi
refleksi kendaraan melintas di depan kantor pusat Bank Muamalat, Jakarta, Ahad (1/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics, Aziz Setiawan, menyatakan Bank Muamalat membutuhkan investor baru yang berkomitmen terhadap perbankan syariah dalam jangka panjang. Sebab, saat bank tumbuh, secara berkala bank membutuhkan tambahan modal untuk melakukan ekspansi.

"Jadi memang secara umum bahwa invetor bank atau pemegang saham bank harus punya track record yang baik, yang kuat secara sumber pendanaan karena bank ini kan terkait dengan permodalan sangat jelas," kata Aziz saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (18/4).

Aziz menjelaskan, setiap kali terjadi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di masyarakat, maka ukuran rasio kecukupan modal (CAR) menuntut terjadi peningkatan. Sehingga dibutuhkan investor yang punya komitmen mengembangkan bank syariah dalam jangka panjang. Sebab, biasanya penambahan modal perlu dilakukan secara berkala.

Ketika asetnya tumbuh dan DPK tumbuh, lanjutnya, maka modalnya harus tumbuh karena ada rasio modal dengan aset atau kekayaan bank yang harus selalu dijaga minimal 12 persen. Itu tidak boleh kurang," ujarnya.

Aziz menambahkan, saat ini, aset Bank Muamalat tercatat sekitar Rp 62 triliun. Menurutnya, rasio permodalan dengan asetnya sudah agak di ambang batas yang ditentukan regulator minimal 12 persen. Data per Desember 2017 rasio permodalan di level 13 koma sekian persen. "Ketika mau ekspansi lagi maka otomatis butuh modal. Ke depan juga gitu, aset tumbuh besar otomatis modal harus ditambah," imbuhnya.

Aziz menyatakan, problem Bank Muamalat sekarang ini para pemegang saham seperti dari IDB dan Bank of Kuwait memiliki kendala di aturan internal sehingga tidak bisa menambah modal lagi. Sebab, aturan di negara mereka membatasi.

Padahal, seharusnya secara reguler ketika bank tumbuh harus ada penambahan modal. Seperti di bank lain misalnya bank BUMN bisa memumpuk modal dari dividen yang tidak dibagi kepada pemegang saham. Selain itu, tambahan modal bisa berasal dari perusahaan induk.

Di samping itu, komitmen jangka panjang juga dibutuhkan apalagi tren kebutuhan pembiayaan syariah dalam jangka panjang yang besar. Hal lainnya yang juga penting adalah penentuan besaran modal baru investor baru yang masuk dengan persetujuan pemegang saham yang sekarang. Yang paling krusial adalah penawaran dari pemegang saham saat ini dan harga yang ditawarkan kepada pemegang saham baru.

"Karena akan ada investor baru itu mereka juga akan hitung apakah nilai saham yang ditawarkan fair atau tidak. Apakah sesuai valuasi nilai saham. Kalau terlalu tinggi maka investor akan keberatan," ungkapnya.

Aziz menyarankan kepada pemegang saham Bank Muamalat yang sekarang segera memberikan harga yang fair kepada calon investor baru yang akan masuk. Selain itu, bisa menambah bantuan pihak ketiga berupa konsultan yang independen dan teruji. Sehingga membantu investor lama dan calon investor memberikan harga yang objektif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement