Ahad 15 Apr 2018 15:16 WIB

Terkait Moody's, Pefindo: Emisi Surat Utang Emiten Bisa Naik

Kemungkinan emiten melakukan emisi surat utang juga lebih tinggi.

Petugas memantau pergerakan grafik surat utang negara di di Dealing Room Treasury.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas memantau pergerakan grafik surat utang negara di di Dealing Room Treasury.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peningkatan peringkat Indonesia oleh lembaga pemeringkat Moody's Investor Service (Moody's) dinilai Pefindo bisa menstimulus peningkatan emisi surat utang oleh emiten. Kepala Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana mengatakan, hal itu menunjukkan secara makro dan fundamen, ekonomi Indonesia lebih bagus dari sebelumnya.

Bila melihat alasan Moody's sebelumnya, peringkat dari Moody's saat ini memperlihatkan kebijakan ekonomi Indonesia terjaga. "Dengan fundamental lebih baik dan kepercayaan Moody's yang lebih tinggi, kemungkinan emiten melakukan emisi surat utang juga lebih tinggi. Tinggal sentimen negatif yang harus pemerintah kelola," kata Firkri di Kantor Pefindo pekan ini.

Sebelumnya, lembaga pemeringkat Moody's Investor Service (Moody's) meningkatkan Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia dari Baa3/OutlookPositif menjadi Baa2/OutlookStabil pada 13 April 2018. Dalam siaran persnya, Moody's menyatakan faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut yakni, kerangka kebijakan yang kredibel dan efektif yang dinilai kondusif bagi stabilitas makroekonomi.

 

Peningkatan cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati tersebut memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam menghadapi gejolak eksternal.

Di sisi fiskal, Moody's menilai Pemerintah Indonesia mampu menjaga defisit fiskal di bawah batas persen persen sejak diberlakukan pada 2003. Defisit yang dapat dipertahankan di level rendah dan didukung oleh pembiayaan yang bersifat jangka panjang dapat menjaga beban utang tetap rendah sehingga mengurangi kebutuhan dan risiko pembiayaan.

Di sisi moneter, Bank Indonesia dinilai memprioritaskan stabilitas makroekonomi. Penerapan kebijakan nilai tukar fleksibel dan koordinasi kebijakan yang lebih efektif antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinilai mampu menjaga inflasi di level yang cukup rendah dan stabil.

Bank Indonesia juga semakin aktif menggunakan instrumen makroprudensial dalam menghadapi gejolak. Perbaikan posisi eksternal dan bertambahnya cadangan devisa memperkuat ketahanan terhadap potensi gejolak eksternal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement