REPUBLIKA.CO.ID, MAROS — Kementerian Pertanian (Kementan) mengantisipasi gangguan reproduksi (gangrep) sapi indukan yang dapat mengurangi pasokan daging di pasar. Strategi itu ditempuh dengan meningkatkan kemapuan dan sumber daya manusia (SDM) dokter hewan di lapangan.
Kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) Maros Sulawesi Selatan Sulaxono Hadi mengatakan paramedik hewan harus memperhatikan betul penyakit, terutama gangguan reproduksi sapi. Sebisa mungkin ancaman tersebut diantisipasi, sehingga tidak mengganggu pasokan daging sebagai konsumsi protein hewani masyarakat.
“Dalam pelayanan kesehatan reproduksi ternak, peran dokter hewan dan paramedik veteriner dalam bidang produksi (asisten teknis reproduksi, petugas pemeriksa kebutingan, dan inseminator) diharapkan dapat melaksanakan kewajibannya sesuai ilmu dan keterampilan yang dimiliki, dan dapat diaplikasikan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku,” kata Sulaxono dalam siaran pers, Sabtu (14/4).
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, pihaknya belum lama ini melaksanakan kegiatan Refresher 1 Petugas Teknis Penanggulangan Gangrep pada Sapi/Kerbau Se-Wilayah Pelayanan BBVet Maros. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dalam sistem pelaporan gangrep dengan sistem sistem pelaporan yang disebut Integrasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNas).
Program ini diarahkan untuk memaksimalkan rencana pemerintah meningkatkan jumlah sapi indukan wajib bunting (Siwab). Kegiatan ini diikuti oleh medik veteriner BBVet Maros serta medik veteriner reproduksi dan perekam datan 10 provinsi wilayah kerja BBVet Maros. Para tenaga medis hewan itu mendapatkan penyegaran pengetahuan dari para pakar reproduksi, yakni Dr Abdul Samik dan DR Trilas Sardjito.
Mereka memberikan materi tentang teknologi USG serta obat-obatan dalam terapi penanggulangan gangrep pada ternak. Masih ada sejumlah pembicara yang memaparkan materi tentang kesehatan reproduksi hewan.
Ketua panitia penyelenggara Drh Wahyuni mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk beberapa hal. Pertama, meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit gangrep, manajemen penanganan baik aspek teknis maupun analitis. Kedua, untuk meningkatkan kompetensi medik reproduksi melalui pertukaran informasi serta menyamakan persepsi tentang sistem pelaporan gangrep dengan sistem ISIKHNas.
“Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini adalah pemangku kepentingan yang terdiri dari UPT pusat dan pemda yang melaksanakan fungsi peternakan dan kesehatan hewan," ucap Wahyuni.