Senin 09 Apr 2018 09:32 WIB

Pertumbuhan Ritel Melambat, Pengusaha Harus Inovasi

Pertumbuhan hanya 3,65 persen, terendah dalam 10 tahun terakhir.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Indira Rezkisari
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo) melaporkan adanya perlambatan penjualan ritel selama tiga bulan pertama 2018. Meski belum memiliki data yang akurat, Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan bahwa lemahnya penjualan ritel pada awal tahun ini merupakan imbas dari kondisi pada tahun sebelumnya.

"Kita lihat di Januari memang masih rendah. Biasanya akibat penjualan di Desember-nya rendah. Kalau Desember rendah, Januari dan Februari juga rendah," kata Roy, akhir pekan lalu.

Aprindo mencatat, pertumbuhan ritel sepanjang 2017 lalu hanya mencapai 3,65 persen. Angka tersebut merupakan yang terendah selama 10 tahun terakhir.

Kendati ada perlambatan terhadap pertumbuhan ritel, Roy tetap optimistis industri ritel dapat tumbuh lebih baik pada tahun ini. "Harapan kita bisa 5-7 persen lah."

Untuk mencapai target pertumbuhan itu, ia mengatakan, peritel harus melakukan inovasi bisnis. Salah satu bentuk inovasi bisnis yang saat ini sudah mulai dilakukan pengusaha, menurut Roy, adalah membuat pusat belanja terpadu. Pasar swalayan bukan lagi hanya tempat untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, melainkan juga tempat pusat kuliner, bioskop, hingga taman bermain.

"Ini konsep yang akan berkembang. Jadi, ada pusat leisure yang terpadu," ujarnya.

Selain itu, inovasi lain yang juga harus dilakukan peritel adalah masuk ke bisnis daring. Menurut Roy, peritel mau tidak mau harus menyediakan platform belanja daring karena saat ini tren belanja di masyarakat sudah mulai bergeser.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement