REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Surakarta, Jawa Tengah, menyatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dari Rp7.600/liter menjadi Rp7.800/liter akan mempengaruhi inflasi.
"Kalau dilihat dari data, Januari lalu angka inflasi sebesar 0,49 persen, sedangkan pada Februari turun menjadi 0,48 persen. Untuk Maret dipastikan naik lagi menjadi 0,49 persen," kata Kepala BI Kanwil Surakarta Bandoe Widiarto di Solo, Senin.
Ia mengatakan kenaikan inflasi tersebut wajar mengingat BBM nonsubsidi memberikan andil sebesar 0,33 persen terhadap inflasi secara keseluruhan.
Ia mengatakan kontribusi pertalite cukup tinggi karena pengguna BBM nonsubsidi tersebut sangat banyak."Mereka ini adalah yang berpindah dari premium tetapi juga enggan kembali ke premium meski harga pertalite naik karena khawatir perpindahan tersebut akan merusak mesin kendaraan," katanya.
Terkait dengan kenaikan harga pertalite tersebut Ekonom dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Lukman Hakim mengatakan seharusnya pemerintah melakukan sosialisasi sebelum menaikkan harga BBM tersebut. "Apalagi saat ini perekonomian kita sedang lesu. Dengan kenaikan semacam ini sepertinya tidak pas," katanya.
Ia mengatakan sebagian pengguna pertalite adalah masyarakat kalangan bawah sehingga kenaikan tersebut sedikit banyak akan mempengaruhi ekonomi mereka.
Baca juga, Ini Alasan Harga Pertalite Naik.
"Dengan kenaikan harga yang dilakukan secara bertahap ini juga akan membuat stabilitas ekonomi kurang baik. Khawatirnya kalau kenaikan harga BBM ini akan mempengaruhi kenaikan harga barang yang lain," katanya.
Ia berharap ke depan pemerintah mempertimbangkan secara matang sebelum menaikkan harga BBM agar tidak memberatkan masyarakat. "Kalau untuk kembali mengeluarkan BBM subsidi kan sudah tidak memungkinkan sehingga harus ada pertimbangan matang untuk menaikkan harga BBM," katanya.***