Rabu 21 Mar 2018 11:19 WIB

Asosiasi UMKM: Penurunan Pajak Final tak Cukup Membantu

Pelaku UMKM lebih membutuhkan pendampingan dalam kegiatan usaha.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Pelaku UMKM (ilustrasi)
Foto: Muhammad Iqbal/Antara
Pelaku UMKM (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk menurunkan pajak final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dari satu persen menjadi 0,5 persen dinilai tidak begitu membantu pelaku industri. Pengurangan pajak final UMKM ini nantinya akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013.

Menurut PP tersebut, wajib pajak yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun pajak dikenai pajak penghasilan yang bersifat final. Besarnya tarif pajak penghasilan yang bersifat final adalah 1 persen.

Pengenaan pajak penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dikurangi menjadi 0,5 persen, dinilai tidak banyak berpengaruh kepada perkembangan industri UMKM.

"Tidak banyak berpengaruh apa-apa, bahkan sangat kecil pengaruhnya," ujar Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun Akumindo kepada Republika.co.id, Rabu (21/3).

Menurut Ikhsan ada beberapa hal yang diperlukan oleh UMKM. Pertama, pendampingan dalam melakukan kegiatan usaha. Pendampingan sangat dibutuhkan untuk pembinaan manajerial, pengetahuan tentang pajak dan pelatihan tentang pengisian SPT dan menghitung pajaknya sendiri.

Kedua, kebijakan akses modal secara massive di setiap Kabupaten dan Kota di Indonesia, terutama usaha mikro dan kecil. Ketiga, UMKM butuh Badan atau Kementerian khusus yang benar- benar menangani pembinaan UMKM yang jumlahnya lebih kurang 60 juta di Indonesia. "Ini yang dibutuhkan UMKM. Bagaimana UMKM mau bayar pajak apabila kegiatan bisnis atau permodalannya sulit untuk diperoleh," kata Ikhsan.

Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah sedang menelaah revisi aturan tersebut. Pengenaan pajak penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak yang bersangkutan.

Dalam aturan tersebut, pelaku UMKM hanya dapat menggunakan ketentuan pajak final. Jadi, pelaku UMKM wajib dikenakan pajak sebesar 1 persen dari omzetnya, baik jika mengalami untung maupun rugi.

Melalui revisi aturan ini, pemerintah berencana memberi opsi ketentuan pajak reguler atau normal. Mekanisme itu mengenakan tarif pajak terhadap pelaku UMKM berdasarkan laba yang diperoleh, sehingga pelaku UMKM dapat memilih ketentuan pajak sesuai dengan karakteristik bisnisnya. Adapun tarif pajaknya akan dikurangi dari 1 persen menjadi 0,5 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement