Selasa 20 Mar 2018 17:37 WIB

Rekomendasi Impor Garam untuk 27 Industri

Sigit menegaskan pemerintah tetap meminta industri menyerap garap dari lokal.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Andi Nur Aminah
Suasana bongkar muat garam impor (ilustrasi)
Foto: Zabur Karuru/Antara
Suasana bongkar muat garam impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah menerbitkan rekomendasi impor garam yaitu 676 ribu ton. Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan rekomendasi garam impor tersebut dikeluarkan untuk 27 perusahaan.

Dia menjelaskan, pemerintah menetapkan adanya kenaikan kuota impor garam industri yang sebelumnya 2,37 juta ton menjadi 3,7 juta ton. Itu berarti ada selisih sekitar 1,33 juta ton sehingga Kemenperin mengeluarkan rekomendasi impor dengan kuota tersebut.

"Kita keluarkan untuk 27 perusahaan. Perusahaan pengolahan garam industri ada sembilan, jadi untuk farmasi ada sepuluh lebih," kata Sigit di Kemenperin, Selasa (20/3).

Meskipun begitu, Sigit menegaskan pemerintah tetap meminta industri menyerap garap dari lokal. Menurutnya, sesuai dengan proyeksi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ada sekitar 1,5 juta ton produksi garam lokal.

Untuk itu, Sigit menegaskan pemerintah tetap menunggu terlebih dahulu jumlah produksi garam lokal. "Karena proyeksi KKP kan 1,5 juta ton. Kalau 1,5 juta ton dikurangi 700 ribu ton untuk garam konsumsi masih ada 800 ribu ton," jelas Sigit.

Jika nantinya sebanyak 800 ribu ton diproses menjadi garam industri, menurut Sigit, biasanya ada kemungkinan lost 20 persen. Dengan begitu hanya tersisa sekitar 600 sampai 700 ribu ton untuk mensubsitusi.

Selain itu, Sigit menegaskan Kemenperin tidak mengatur tahapan impor garam tersebut. "Jadi kita berikan satu tahun penuh untuk industri yang meminta rekomendasi kepada kita," ungkap Sigit.

Dia menambahkan, yang bisa mengatur tahapan impor garam yang dibutuhkan hanya bisa dilakukan masing-masing industri. Sebab, lanjut dia, pihaknya tidak mengetahui production cycle masing-masing industri. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement