REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengungkapkan sepanjang 2017 baru sekitar delapan produk Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang masuk ke pasar modern alias minimarket. Jumlah tersebut diakui masih sangat sedikit dibandingkan jumlah UMKM yang ada di Kabupaten Bandung.
Kepala Disperindag, Kabupaten Bandung, Popi Hopipah mengatakan masih sedikitnya jumlah produk IKM di pasar modern terjadi karena keterbatasan anggaran Disperindag dalam pengadaan PIRT dan label halal.
"Masih terbentur anggaran. Selama ini pengurusan halal dan PIRT kami yang bayarkan," ungkapnya, Ahad (18/3).
Popi mengatakan pasar modern sebetulnya terbuka dengan produk lokal. Bukan hanya minimarket yang membuka pintu. "Supermarket pun siap menunggu produk kita," ungkapnya.
Di lain sisi, para pelaku IKM maupun UKM mengeluhkan sistem pembayaran yang ditawarkan pasar modern. Popi berencana mengumpulkan pengusaha IKM dan mengusahakan keringanan. "Jangan disamakan produk lokal dengan produk pabrikan," ujarnya.
Sebagian pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengaku sulit memasarkan produk mereka di pasar-pasar modern seperti minimarket. Meskipun sudah ada imbauan agar minimarket membuka ruang untuk produk lokal, namun faktanya pelaku UMKM kesulitan menembus pasar modern.
Salah seorang pelaku UMKM di bidang kuliner asal Kabupaten Bandung, Linda Ivone Matuputty mengungkapkan kebijakan di minimarket terhadap produk-produk lokal buatan UMKM memberatkan para pelaku usaha. Pelaku usaha memasok barang setiap hari. Namun, untuk pembayaran bisa perdua bulan.
"Pembayaran perdua bulan itu memberatkan pelaku UMKM. Apalagi kan, UMKM terbatas dari segi modal," ujarnya kepada Republika.co.id saat ditemui di Braga, Kota Bandung, Ahad (18/3).