Senin 12 Mar 2018 09:16 WIB

Harga Kopi Jomplang Buat Petani Kurang Bergairah Menanam

Dekopi ingin harga kopi di tingkat petani lebih baik.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Anton Apriantono menjelaskan harapan Dekopi untuk petani kopi di Indonesia
Foto: Republika/Melisa Riska Putri
Ketua Umum Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Anton Apriantono menjelaskan harapan Dekopi untuk petani kopi di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) menyoroti adanya ketidaksesuaian harga kopi di tingkat petani. Hal ini berdampak pada kualitas dan produktivitas kopi di tanah air. Ketua Umum Dekopi Anton Apriantono mengatakan, perlu memotong rantai pasok dalam industri kopi. Dengan begitu, ia berharap harga kopi di tingkat petani bisa meningkat.

"Jadi selama ini yang menjadi masalah adalah harga di tingkat petani murah akibatnya petani kurang bergairah," katanya saat ditemui dalam acara Festival Kopi di Intermark Indonesia BSD Serpong, Ahad (11/3).

Hal ini cukup disayangkan mengingat luas perkebunan kopi di Indonesia adalah yang terluas di dunia mencapai lebih dari 1 juta hektare. Sayangnya, petani yang kurang bergairah berdampak pada rendahnya produktivitasnya kopi tersebut.

Kementan akan Kembangkan Kopi Mirip Konsep Program Jagung

"Karena harganya tidak menarik, petani bertanam kopi seadanya, tidak intens. Perkebunan kopinya kurang diurus dengan baik," ujar dia.

Ia mencontohkan harga segelas kopi di kedai yang mencapai puluhan ribu tidak adil dengan harga kopi ditingkat petani yang hanya Rp 8.000 per kg. Meski ia menyadari ada proses dan rantai pasok dari petani hingga konsumen.

"Harusnya tidak jomplang," kata dia.

Ia pun melihat perbaikan harga komoditas jagung yang bisa ditiru pada kopi. Dengan perbaikan harga di tingkat petani, bukan tidak mungkin untuk meningkatkan kualitas dan terus mendorong ekspor.

Diakui Anton, dalam kurun waktu dya tahun terkahir terjadi peningkatan ekspor meski tidak signifikan. Bahkan ekspor Indonesia masih jauh dibanding negara lain terutama Vietnam. Saat ini ekspor kopi berada di angka 300 ribu ton dari total produksi 600 ribu ton.

"Kira-kira 50 persen untuk ekspor," katanya.

Selain mengharapkn harga di tingkat petani yang membaik, Dekopi mendorong agar petani nantinya mampu menjual kopi dengan nilai tambah tinggi. Bukan lagi menjual gelondongan mentah. Setidaknya, ia melanjutkan, petani menjual kopi yang sudah dikupas kering.

"Bahkan kalau bisa sudah diroasting atau dijual dalam bentuk bubuk," ujar dia.

Petani juga diharapkan untuk membentuk kelompok tani maupun koperasi. Alasannya, untuk memperkuat kualitas dan produksi dalam memenuhi kebutuhan eksportir.

Untuk diektahui, Dekopi yang baru terbentuk tahun ini ditargetkan rampung menyusun program jangka pendek, program menengah dan program jangka panjang bulan depan. Meski penyusunan program terus dilakukan, pekan depan pihaknya akan menghadirkan eksportir, petani dan berbagai pihak terkait yang nantinya akan dijembatani Kementerian Pertanian dalam kemudahan pembiayaan perbankan.

"Sehingga nanti harga di tingkat petani bisa lebih baik," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement