REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat (9/3) sore, bergerak melemah. Rupiah melemah menjadi Rp 13.785 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 13.781 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail mengatakan naiknya imbal hasil global akibat kebijakan tarif alumunium dan baja oleh Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu faktor yang membebani kinerja rupiah terhadap dolar AS. "Rupiah terdepresasi seiring naiknya imbal hasil obligasi AS didorong oleh efek dari kebijakan Trump tersebut," katanya di Jakarta, Jumat (9/3).
Ia menambahkan bahwa sentimen dari dalam negeri mengenai defisit neraca perdagangan Indonesia turut menjadi faktor yang menahan laju rupiah. Setiap neraca perdagangan tercatat defisit, setiap kali itu pula rupiah terdepresasi terhadap dolar AS.
Kendati demikian, lanjut dia, kemampuan Bank Indonesia untuk menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih cukup besar mengingat tingginya cadangan devisa Indonesia yang melebihi standar internasional. "Kami berespektasi Bank Indonesia akan mengintervensi pasar dengan menggunakan cadangan devisa yang dimilikinya baik di pasar spot mata uang asing atau di pasar obligasi dengan melakukan pembelian lebih banyak terhadap obligasi yang dijual oleh Asing," katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa dolar AS bergerak cenderung menguat terhadap mata uang dunia, menjelang laporan data upah tenaga kerja non-pertanian (Non-Farm Payroll/NFP). "Pasar memprediksi ada penambahan pekerjaan baru, kondisi itu menopang dolar AS," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (9/3) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp 13.794 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 13.774 per dolar AS.