Selasa 06 Mar 2018 15:48 WIB

Balitbangtan Lepas Empat Varietas Tebu Baru

Varietas baru diperlukan agar produksi tebu tetap tinggi pada cuaca ekstrem.

Red: EH Ismail
Tanaman tebu.
Foto: Humas Balitbangtan.
Tanaman tebu.

Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi menyebabkan kebutuhan produk pertanian semakin meningkat. Di sisi lain, perubahan iklim global menyebabkan ketersediaan lahan makin terbatas dan degradasi lahan makin meningkat.

Dengan kondisi tersebut, diperlukan penyediaan varietas baru yang mampu berproduksi tinggi pada cuaca ekstrem dengan cekaman biotik dan abiotik yang tinggi. Varietas baru juga harus memiliki keragaan mutu yang sesuai dengan perubahan preferensi konsumen sebagai penentu kekuatan daya saing produk pertanian Indonesia di tengah persaingan ekonomi yang tinggi.

Tebu merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang ditargetkan mencapai swasembada gula konsumsi pada 2019 dan swasembada industri pada 2025. Namun. permasalahan yang dihadapi adalah berbagai varietas bina yang sudah digunakan, baik oleh masyarakat petani maupun industri, telah mengalami degenerasi genetik sehingga terjadi penurunan produktivitas dan rendemen.

Kondisi ini diperparah dengan terjadinya perubahan iklim global yang ekstrim sehingga berdampak terhadap penurunan produktivitas tebu yang drastis. Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas tebu. Curah hujan yang tinggi ketika musim panen menjadi penyebab utama turunnya rendemen giling yang mengakibatkan turunnya produksi gula nasional.

Guna mengatasi anomali iklim yang sangat sulit, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) memanfaatkan bioteknologi in vitro untuk merakit varietas unggul baru (VUB) tebu yang memiliki potensi produksi hablur tinggi dan toleran cekaman abiotik. VUB dirakit dan dikembangkan oleh Puslitbang Perkebunan didukung peneliti BB Biogen. Bioteknologi in vitro yang dipakai adalah teknologi mutagenesis in vitro dikombinasi seleksi in vitro.

Menurut ketua tim peneliti BB Biogen, Dr Ragapadmi Purnamaningsih, metoda ini dapat mempersingkat waktu pemuliaan sekitar 5-6 tahun dibandingkan dengan pemuliaan konvensional.

Seleksi awal telah dimulai pada tahun 2012 terhadap 321 varian somaklon. Mutan-mutan somaklon tebu yang dihasilkan diseleksi di Cibinong, Jawa Barat, yang mempunyai curah hujan 3.000-3.500 mm/tahun (tipe iklim B menurut klasifikasi Oldeman). Curah hujan yang tinggi di Jawa Barat, khususnya Cibinong, Bogor, digunakan sebagai alat seleksi untuk mendapatkan varian-varian yang toleran terhadap iklim basah.

Berdasarkan data karakter agronomis dari masing-masing varian serta data produktivitas dan rendemen, dipilih varian-varian yang mempunyai produktitvitas dan rendemen lebih baik dibanding varietas asalnya. Uji multilokasi telah dilakukan pada 2016 dan 2017 pada kondisi iklim basah (La-nina). Hasilnya, ada empat klon harapan yang mempunyai keragaan yang berbeda dengan varietas asal serta produktivitas dan rendemen lebih tinggi.

Keempat klon tersebut telah dilepas sebagai varietas tebu baru dengan nama AAS Agribun, AMS Agribun, ASA Agribun, dan CMG Agribun. Menurut  Ragapadmi, keunggulan dari keempat varietas baru tersebut adalah mempunyai produktivitas tinggi dan rendemen tinggi walaupun terdapat curah hujan yang tinggi menjelang panen (> 60 mm/bulan).

Varietas-varetas tebu baru ini cocok untuk dikembangkan pada lokasi dengan iklim C2  dan C3 Oldeman, tekstur tanah ringan – berat dan kandungan liat sedang – tinggi. Benih G0 dari varietas-varietas tersebut sedang diperbanyak melalui kultur jaringan, sedangkan benih G2 diperbanyak di Kendari dan Balittas secara konvensional. (RPH/BB Biogen/Balitgbangtan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement