Jumat 02 Mar 2018 12:03 WIB

Timur Tengah Jadi Pasar Potensial Produk Olahan Indonesia

Jumlah penduduk dan peningkatan daya beli masyarakat Timur Tengah cukup potensial.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Gita Amanda
Seorang petugas memeriksa barang-barang berupa sayuran, buah-buahan dan makanan olahan di sebuah supermarket di Kota Bandung, Rabu (20/12).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Seorang petugas memeriksa barang-barang berupa sayuran, buah-buahan dan makanan olahan di sebuah supermarket di Kota Bandung, Rabu (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP), Kementerian Perdagangan, Kasan Muhri, mengungkap kawasan Timur Tengah merupakan pasar potensial untuk ekspor makanan olahan. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut tercatat di atas tiga persen di 2017.

Untuk itu, Indonesia saat ini membidik Timur Tengah untuk menjadi tujuan ekspor baru bagi produk makanan olahan produksi dalam negeri. "Jumlah penduduk dan potensi peningkatan daya beli masyarakat Timur Tengah yang cukup besar harus kita lihat sebagai peluang positif dalam perluasan akses pasar ekspor," kata Kasan, lewat keterangan tertulis, Jumat (2/3).

Lebih lanjut, ia memaparkan, saat ini lebih dari 50 persen tujuan ekspor Indonesia masih didominasi negara tujuan ekspor tradisional, yaitu di kawasan Amerika Utara, Eropa, dan Asia Timur. Untuk meningkatkan ekspor, Kementerian Perdagangan terus berupaya menembus pasar non-tradisional seperti kawasan Afrika, Timur Tengah, Eurasia, Amerika Latin dan Asia Selatan.

Kasan menyebut, perjanjian kerja sama perdagangan internasional juga menjadi fokus pemerintah dalam upaya peningkatan nilai ekspor. Saat ini, pemerintah sedang menyelesaikan sejumlah perjanjian kerja sama perdagangan serta menjajaki kemungkinan perjanjian baru.

Pada tingkat bilateral dan regional, Indonesia telah memiliki sepuluh perjanjian kerja sama yang harus dimanfaatkan oleh para pelaku usaha. Perjanjian tersebut yakni ASEAN Free Trade Area, ASEAN-China; ASEAN-Korea; ASEAN-Jepang dan Indonesia-Jepang; ASEAN-Australia-New Zealand dan ASEAN-India; Indonesia-Pakistan; dan Indonesia-Chile CEPA.

Di tahun 2018, Kementerian Perdagangan menargetkan paling tidak ada 13 perundingan perjanjian dagang yang akan diselesaikan, baik dalam konteks bilateral, multilateral, maupun regional. Salah satu perjanjian dagang yang tengah dikejar adalah Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Apabila RCEP berhasil ditandatangani, Mendag meyakini kinerja ekspor Indonesia akan meningkat pesat. Sebab, RCEP merupakan pakta perdagangan bebas yang terdiri atas 16 negara. Jika ditotal, jumlah penduduk dari 16 negara anggota tersebut hampir setengah dari populasi dunia.

Pemerintah pada 2018, menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 11 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement