Senin 26 Feb 2018 21:15 WIB

Produk Samping Tebu Sebagai Energi Terbarukan Bioetanol

Teknologi pengolahan limbah tebu berperan penting menambah diversifikasi energi.

Red: EH Ismail
Penguji menguji bahan bakar nabati bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan alternatif seperti klobot jagung, sekam padi, ilalang, tebu dan jerami.
Foto: Antara/Syaiful Arif
Penguji menguji bahan bakar nabati bioetanol yang dibuat dari bahan-bahan alternatif seperti klobot jagung, sekam padi, ilalang, tebu dan jerami.

Dunia saat ini sedang menghadapi penurunan cadangan energi tak terbarukan yang berasal dari pertambangan minyak. Penurunan cadangan minyak bumi menjadi masalah serius karena kenaikan konsumsi bahan bakar minyak dan terjadinya krisis politik, sehingga kecenderungan kenaikan harga minyak tak terelakkan. Biofuel telah menarik perhatian dunia karena selain meningkatkan diversifikasi sumber energi juga tidak berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca.

Biomassa lignoselulosa tebu merupakan bahan baku berpotensi untuk produksi bioetanol dan konversi energi termal. Manfaat penggunaan biomassa lignoselulosa terhadap lingkungan adalah positif karena mampu mengurangi efek rumah kaca dan meningkatkan penyerapan karbon. Ketersediaan biomassa atau lignoselulosa yang melimpah di Indonesia menjadi suatu tantangan khusus seiring dengan mendesaknya kebutuhan akan energi alternatif pengganti minyak bumi. Produk samping tebu yang biasa dianggap sebagai limbah industri gula, baik yang berupa bagas tebu atau daun klentekan tebu, berpotensi sebagai bahan baku dalam produksi bioetanol.

Seiring dengan meningkatnya produktivitas biomassa lignoselulosa, penelitian tentang pemuliaan tanaman harus fokus pada modifikasi komposisi serat tebu yang tinggi. Bahan baku dengan kadar lignin yang rendah akan berpotensi mengurangi kesulitan dan biaya dalam proses pretreatment.

Tanaman merupakan pemanen energi surya yang dapat dikonversi menjadi pangan, pakan, maupun bentuk energi lain khususnya bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati merupakan bentuk energi terbarukan. Bahan baku untuk produksi etanol secara biologis dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Pertama, sumber gula, seperti tebu, bit, sweet sorgum, melalui fermentasi langsung, atau berasal dari limbah pemurnian gula seperti molases. Kedua, sumber pati, di antaranya jagung, gandum, singkong, yang mana dimulai dari hidrolisa gula terfermentasi. Ketiga, sumber selulosa, yaitu bahan berkayu yang perlu dikonversi menjadi gula dengan penambahan asam atau hidrolisis enzimatik. Bagas merupakan bahan baku penting karena biaya murah dan ketersediaan melimpah. Sebagian besar etanol yang diproduksi dunia berasal dari tebu.

Teknologi pengolahan limbah lignoselulosa tebu berperan penting dalam menambah diversifikasi sumber energi. Bahan baku utama etanol dapat diperoleh dari berbagai tanaman energi dan biomassa lignoselulosa. Kompleksitas proses produksi etanol bergantung pada jenis bahan baku, mulai dari konversi gula sederhana melalui fermentasi hingga konversi multi tahap pada bahan baku biomassa lignoselulosa menjadi etanol.

Teknologi produksi etanol telah mengalami perkembangan dan dibedakan atas generasi pertama, generasi kedua dan generasi ketiga. Produksi etanol generasi pertama merupakan konversi gula sederhana melalui fermentasi secara langsung seperti pada tebu atau sakarifikasi dari pati seperti jagung atau gandum. Teknologi generasi kedua yang dimaksud didasarkan pada konversi biomassa lignoselulosa menjadi etanol.  Pemanfaatan biomasa dari mikroalga saat ini sedang dikembangkan sebagai teknologi generasi ketiga dalam produksi etanol.

Mikroalga memiliki kemampuan yang tinggi dalam memfiksasi CO2, laju pertumbuhan yang cepat tanpa memerlukan area daratan serta tingginya dalam memproduksi lipid. Selain itu, keberadaan mikroalga yang tidak berkompetisi sebagai bahan pangan menjadikan mikroalga sebagai sumber energi yang berpotensi tinggi.

Bioetanol generasi pertama merupakan bioetanol yang diproduksi dari komoditas bahan pangan seperti gula, jagung, singkong dan sebagainya melalui proses fermentasi dan distilasi. Bahan baku mengandung gula maupun pati digiling, dipanaskan dan kemudian ditambah enzim untuk mengubah pati menjadi glukosa dan larutan glukosa yang dihasilkan ditambah khamir untuk mengubah glukosa menjadi etanol.

Proses produksi bioetanol generasi pertama melalui proses fermentasi dengan bantuan yeast yang merupakan produk paling berharga bagi industri bioteknologi berkenaan dengan nilai dan pendapatan. Sekitar 80 persen etanol dihasilkan dari berbagai sumber gula melalui proses fermentasi anaerob oleh Saccharomyces cerevisiae. Namun, kontaminasi, ketersediaan bahan baku yang terbatas dan desain proses fermentasi merupakan kendala utama yang menyebabkan penurunan produksi etanol  dan kualitas industri etanol.

Berbeda dengan bioetanol generasi pertama, bioetanol generasi kedua berbahan baku biomassa lignoselulosa yang merupakan limbah hasil perkebunan, pertanian dan kehutanan bukan dari bahan pangan. Kandungan utama dari biomassa lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin yang tersusun dalam suatu matriks yang kompleks.

Berdasarkan deskripsi skematis untuk konversi biomassa menjadi etanol, meliputi beberapa langkah utama, yaitu pretreatmen, hidrolisis, fermentasi, distilasi dan evaporasi. Hidrolisis dan fermentasi dapat dilakukan secara terpisah atau sebagai proses sakarifikasi dan fermentasi yang simultan (SSF). Namun, dalam bioprosesing gabungan (CBP), semua langkah biokonversi dipersingkat menjadi satu langkah dalam satu reaktor dengan menggunakan satu atau lebih mikroorganisme.

Teknik yang berbeda seperti mutagenesis, ko-kultur dan ekspresi gen heterolog dari bakteri rekombinan telah digunakan untuk memperbaiki pemanfaatan lignosellulosa dengan biokatalis mikroba. Dan lebih jauh lagi, untuk pengurangan biaya produksi, produksi etanol dapat diintegrasikan dengan pemanfaatan lignin untuk menghasilkan panas panas dan pembangkit listrik. Pentingnya peran mikroba dalam fermentasi yang dapat menghasilkan satu atau beberapa produk diantaranya biomas (sel mikroba), metabolit, enzim mikroba, produk rekombinan, serta melakukan proses transformasi suatu senyawa.

Dengan perkembangan rekayasa genetika mikroorganisme diharapkan akan mampu meningkatkan efisiensi dan optimalisasi proses fermentasi gula dalam produksi etanol. Integrasi pemanfaatan limbah lignoselulosa dengan mikroorganisme yang tersedia di alam menjadikan suatu. (Farida Rahayu/Balitbangtan).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement