REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kurs dolar AS melemah terhadap sebagian besar mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Senin (12/2) atau Selasa (13/2) pagi WIB. Pelemahan dolar AS ini terjadi setelah mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Desember 2016 pada pekan lalu.
Indeks dolar AS melonjak 1,4 persen minggu lalu, mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Desember 2016. Lonjakan dolar AS dipicu aksi jual yang masif di pasar ekuitas AS memaksa investor beralih ke mata uang AS untuk melepaskan posisi-posisi mereka.
Dengan tidak adanya data ekonomi utama yang keluar pada Senin (12/2), para investor mengamati secara ketat saham-saham AS, yang terus pulih dari kinerja terburuk mingguan mereka dalam dua tahun. Rebound lanjutan di saham membantu menenangkan kecemasan para investor dan membuat mata uang kurang atraktif.
Sementara itu, para pedagang terus memantau data inflasi harga konsumen yang akan dirilis Rabu (14/2), yang akan menjadi barometer untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga Maret oleh Federal Reserve AS. Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, turun 0,26 persen menjadi 90,207 pada akhir perdagangan.
Pada akhir perdagangan New York, euro naik menjadi 1,2285 dolar AS dari 1,2234 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris naik ke 1,3830 dolar AS dari 1,3806 dolar AS pada sesi sebelumnya. Dolar Australia naik menjadi 0,7845 dolar AS dari 0,7790 dolar AS.
Dolar AS dibeli 108,68 yen Jepang, lebih tinggi dari 108,49 yen pada sesi sebelumnya. Dolar AS juga menguat menjadi 0,9389 franc Swiss dari 0,9387 franc Swiss, dan bergerak turun menjadi 1,2603 dolar Kanada dari 1,2 juta dolar Kanada.