Kamis 08 Feb 2018 18:33 WIB

Cerita Sri Mulyani Soal 'Berita 144 Karakter' dan Hoaks

Generasi milenial dinilai cenderung memiliki waktu fokus yang pendek.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan  Sri Mulyani  menjadi keynote speech dalam acara  konvensi media massa dalam rangka Hari Pers Nasional 2018 di Padang, Sumatera Barat. Kamis (8/2).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi keynote speech dalam acara konvensi media massa dalam rangka Hari Pers Nasional 2018 di Padang, Sumatera Barat. Kamis (8/2).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan insan pers untuk menyajikan berita yang berimbang. Ia menilai, kemajuan teknologi informasi saat ini membuat generasi milenal cenderung memiliki waktu fokus yang pendek. Ibaratnya, masyarakat saat ini lebih suka membaca berita pendek dengan 144 karakter ketimbang berita-berita panjang yang mendalam dan menampilkan informasi yang berimbang.

Kondisi konsumen yang lebih memilih 'berita 144 karakter' tersebut, kata Sri, tentu menarik pekerja media untuk memenuhi permintaan. Sri meminta agar pers tetap berpedoman terhadap kode etik dan memberikan informasi yang lengkap dan berimbang. Ia tak ingin 'berita 144 karakter' justru membawa pemahaman yang salah kepada masyarakat. Menurutnya, berita-berita pendek yang tak memberikan informasi lengkap akan sulit menerjemahkan kondisi faktual di lapangan secara rinci.

"Berita 144 karakter dibanding nota keuangan yang 300 halaman, tentu tidak mudah. Tantangan terberat jurnalis saat ini adalah menampilkan berita yang kredibel," kata Sri di Padang, Kamis (8/1).

photo
Pengunjung mengunjungi stand pameran dalam rangka Hari Pers Nasional 2018 di Padang, Sumatera Barat, Kamis (8/2).

Sri juga mengungkapkan adanya pergeseran minat baca masyarakat terhadap berita. Bila dulu masyarakat lebih percaya terhadap media skala nasional yang kredibel, termasuk membaca koran, menonton televisi, dan mendengar radio, kini kondisinya berubah. Sri menilai, masyarakat kini lebih memilih menikmati sajian informasi melalui media daring. Apalagi saat ini terdapat begitu banyak media daring yang bisa dengan mudah diakses.

Sayangnya, banyaknya pilihan media daring justru mendorong masyarakat untuk mengakses berita dan sumber berita yang sesuai dengan selera dan pandangannya. Maksudnya, masyarakat memilih membaca media daring yang memilih cara pandang yang sama dengan dirinya saja. Hal inilah yang kemudian mendorong media cenderung menyajikan berita dari satu sudut pandang saja. Kondisi ini membuat Sri meminta pekerja media untuk kembali membiasakan menulis berita yang 'cover both sides'.

"Pers di Indonesia harus kembali menyuguhkan berita yang kaya sudut pandang dan menyajikan analisa mendalam, sehingga benar-benar mencerdaskan masyarakat. Apalagi capaian pembangunan pemerintah, harus disampaikan utuh," kata Sri.

photo
Sejumlah pelajar sedang mengikuti sosialisasi Asian Games 2018 di kawasan pameran dalam rangka Hari Pers Nasional 2018 di Padang, Sumatera Barat, Kamis (8/2).

Sri juga sempat menyinggung soal maraknya berita bohong atau hoaks belakangan ini. Menurutnya, tuntutan akan kecepatan untuk mengunggah berita justru berbuntut pada minimnya upaya untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berimbang. "Ini tantangan serius, tidak hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Sulit membedakan fake news dan truth news. Ini tantangan serius yang harus dituntaskan media," katanya.

Sri berharap, seluruh tantangan yang dihadapi media massa saat ini bisa dijadikan bahan bakar untuk memperbaiki kualitas karya jurnalistik. Ia menilai, momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2018 menjadi saat yang tepat bagi media massa untuk terus menghasilkan karya jurnalistik unggul dan ikut mengawal pembangunan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement