Selasa 06 Feb 2018 20:49 WIB

KPPU Usulkan Dibentuknya Pasar Induk Beras Baru

Selama ini yang menjadi patokan harga nasional adalah pasokan beras ke PIBC.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja memindahkan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. ilustrasi
Foto: Republika/ Wihdan
Pekerja memindahkan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) sejauh ini masih menjadi barometer harga nasional. Namun hal tersebut dinilai kurang lagi efektif sehingga diperlukan PIB baru di provinsi lain.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan rencana resebut. "Kami mendorong pemerintah supaya membentuk PIB yang baru," katanya saat ditemui pada acara panen raya di Desa Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, Garut Jawa Barat, Selasa (6/2).

Selama ini yang menjadi patokan adalah pasokan beras ke PIBC. Padahal, ia melanjutkan, paaokan ke PIBC setiap hari hanya 5.000 ton, di luar Senin, Selasa, Rabu, Kamis bahkan hanya 2.500 ton. Itu artinya dalam satu bulan kurang lebih hanya ada 80 ribu ton daritotal jutaan ton beras yang ada di Indonesia.

"Ini kan nggak fair untu merepresentasi seluruh nasional," kata dia.

KPPU pun mendorong agar pasar induk tidak hanya berada di Cipinang tapi juga di provinsi sentra beras seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Selatan maupun Sulawesi Selatan. Ia menambahkan, ada enam produsen beras di Indonesia yang paling besar.

Sulsel kurang lebih menyumbang 8 persen dari total produksi beras nasional, Jatim 17 persen, Jateng 15 persen, Jabar 15 persen, Sumsel 6 persen, dan Sumut 6 persen. "Kita berharap di sentra-sentra produksi beras yang besar-besar ini ada PIB," kata dia.

Dengan begitu, pemerintah memiliki banyak referensi mengenai pasokan maupun harga beras, tidak hanya tergantung pada PIBC. Menurutnya, besar kemungkinan PIBC dikuasai beberapa pedagang besar saja yang membuat julukan barometer nasional tidak sesuai.

Sejauh ini KPPU telah berbicara dengan Menteri Pertanian dan Gubernur Jawa Timuruntuk merincikan bagaimana caranya pengembangan PIB di Jatim di Surabaya. ApalagiSurabaya merupakan hub di bagian timur lantaran beras yand diproduksi dijual di Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara dan Jakarta.

"Kita harap di sini bisa jadi patokan harga beras yang baru shingga orang tidak terlalu fokus dengan PIBC. Bayangkan di cipinang saja sewa gudang sudah mahal, transportasi mahal. Beras dari Semarang dibawa ke Cipinang, dijual lagi ke Sulawesi dan Kalimantan," jelas Syarkawi.

Cara tersebut juga dinilai efektif untuk menghindari beras tamasya lantaran akan membuat pembengkakan harga karena biaya transportasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement