Selasa 06 Feb 2018 12:15 WIB

BTN Bidik Pertumbuhan Aset Rp 500 Triliun

BTN akan konsisten menjadi bank spesialis pembiayaan perumahan.

Red: Nur Aini
 Karyawati melayani nasabah di banking Hall Bank BTN, Jakarta, Kamis (23/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati melayani nasabah di banking Hall Bank BTN, Jakarta, Kamis (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk membidik pertumbuhan aset perseroan dapat mencapai Rp 500 triliun. Target itu akan dicapai dengan konsisten menjadi bank spesialis pembiayaan perumahan, dan meningkatkan layanan perbankan digital.

"Realisasi pertumbuhan bisnis BTN dapat terjaga dan berkelanjutan dalam tiga tahun terakhir. Begitu juga bisis BTN di 2018, meskipun memasuki tahun politik," kata Direktur Utama BTN Maryono dalam pernyataan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa (6/2).

Hingga akhir 2017, aset BTN menurut laporan keuangan per Desember 2017 adalah Rp 261,5 triliun. Target aset menjadi Rp 500 triliun, kata Maryono, akan dicapai dalam beberapa tahun mendatang.

Maryono menjelaskan perseroan akan tetap menjadi bank spesialis kredit properti, sejalan dengan amanat pemerintah untuk merealisasikan program satu juta rumah. Selain itu, emiten bersandi BBTN itu akan memasuki tahapan kedua transformasi digital perbankan pada 2018, dengan mengumumkan produk baru seperti uang elektronik, kartu kredit, dan metode pembayaran respons cepat (QR Payment).

"BTN memiliki basis nasabah 7,4 juta. Ini merupakan potensi yang cukup besar. Tentunya nasabah BTN memerlukan produk tersebut," ujarnya.

Produk-produk digital itu, kata Maryono, akan berdampak pada meningkatnya pendapatan berbasis komisi (fee base income) perseroan, yang ditargetkan tumbuh 30 persen (yoy) di 2018. Saat ini, BTN sedang mempersiapkan pengajuan izin penerbitan uang elektronik, kartu kredit, dan QR payment ke Bank Indonesia.

Selain itu, BTN akan menambah jumlah kantor cabang. BTN juga ambisius untuk menambah modal. Maryono mengatakan terdapat rencana untuk menerbitkan instrumen "subdebt", penerbitan saham baru (right issue), atau bisa juga dengan pengurangan porsi pembagian dividen. Namun langkah tersebut harus mendapatkan izin dari pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement