Jumat 26 Jan 2018 16:18 WIB

BI: Modal Asing Masuk ke Indonesia Rp 46 Triliun

Derasnya aliran modal masuk karena ditopang kuatnya fundamental ekonomi Indonesia.

Dana Asing (ilustrasi)
Foto: IST
Dana Asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTRA -- Modal asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia sejak 1 hingga 26 Januari 2018 mencapai Rp 46 triliun, atau meningkat lebih dari dua kali lipat dari data periode sama 2017 sebesar Rp 17 triliun.

Hal itu sekaligus membuat Bank Indonesia meyakini stabilitas nilai tukar rupiah akan terus terjaga menghadapi gempuran risiko eksternal, kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (26/1).

Menurut dia, masih derasnya aliran modal masuk karena ditopang kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari inflasi di 3,61 persen (tahun ke tahun/yoy) di akhir 2017, dan defisit neraca transaksi berjalan yang diproyeksikan di bawah 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2017.

Masih tingginya nilai modal asing yang masuk, kata Agus Martowardojo, juga tidak lepas dari kenaikan peringkat surat utang pemerintah Indonesia dari Fitch Ratings 20 Desember 2017. "Jadi, kelihatan bagaiama minat dari investor luar negeri yang percaya pada ekonomi Indonesia. Jadi, saya ingin menyampaikan bahwa kondisi kita secara umum baik," ujarnya.

Agus menjelaskan bahwa stabilitas makroekonomi hingga akhir Januari 2018 masih terjaga baik. Sebagai otoritas yang menjaga stabilitas, Bank Sentral melihat ada peningkatan tekanan untuk inflasi karena meningakatnya harga pangan pada bulan Januari 2018.

Namun, menurut Agus, tekanan dari harga pangan yang bergejolak (volatile foods) masih terjaga dan dalam jangkar sasaran inflasi nasional BI di 2,5- 4,5 persn (yoy) pada tahun ini. Adapun berdasarkan Survei Pemantauan Harga BI pada pekan keempat Januari 2018, inflasi bulanan akan sebesar 0,73 persen (mtm).

"Kami juga mengidentifikasi ada sumber-sumber inflasi, misalnya tadi harga beras, harga daging ayam, kami lihat hortikultura, seperti cabai, kami sambut baik bahwa pemerintah sudah mengimpor beras karena untuk meyakini tersediannya suplai beras yang cukup," ujarnya.

Otoritas moneter melihat risiko eksternal yang harus diwaspadai adalah pengetatan kebijakan suku bunga acuan negara-negara maju yang dapat memacu aliran dana keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Kita melihat pada tahun 2018 ada beberapa negara maju yang pada tahun 2017 sudah mulai menaikkan suku bunga. Pada tahun 2018, ada yang akan kami perkirakan menaikkan bunga lagi, ada yang naikkan bunga dua kali, ada tiga kali. Jadi, tentu kita harus siap-siap, harus waspada karena iklim dunia akan ada kondisi bank-bank sentral negara maju akan menaikkan tingkat bunga," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement