REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, terjadi anomali pada neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2017. Ia mengatakan, terjadi defisit perdagangan sebesar 270 juta dolar AS pada Desember 2017 akibat penurunan ekspor 3,45 persen dibanding bulan sebelumnya.
Sementara, impor menurun tipis 0,29 persen di angka 15 miliar dolar. "Padahal, pada Desember 2016 terjadi surplus sebesar 1 miliar dolar AS. Saya kira pada Desember 2017 terjadi anomali," ujarnya kepada Republika, Senin (15/1).
Ia mengaku, anomali tersebut terjadi karenapermintaan energi di beberapa negara seperti Cina dan AS menurunkendati harga komoditas khususnya minyak mentah naik pada Desember 2017. Menurutnya, pasokan bahan baku dan energi untuk industri manufaktur di negara tujuan ekspor sudah mencukupi sehingga terjadi pengurangan impor.
"Terlebih, bulan Desember ada libur yang cukup panjang sehingga industri manufaktur produksinya menurun," ujarnya.
Terkait impor, kata Bhima, secara umum terjadi penurunan tipis. Akan tetapi, impor barang konsumsi naik 2,43 persen dan impor barang modal meningkat 2 persen dibanding bulan sebelumnya. Hal itu, menurutnya, disebabkan kenaikan permintaan secara musiman pada periode libur natal tahun baru.
Secara kumulatif, Bhima mengamati, ekspor tumbuh cukup tinggi karena didorong oleh pemulihan permintaan dan tren positif harga komoditas sepanjang 2017. Meski begitu, ia mencermati, jumlah impor juga mengalami peningkatan.
"Ekspor tumbuh 16,22 persen year on year (yoy) dan impor tumbuh 15,55 persen yoy. Akibatnya, neto ekspor di tahun 2017 hanya sebesar 0,67 persen. Ini kecil sekali," ujarnya.
Menurut Bhima, hal ini menunjukkan kinerja ekspor yang masih kurang berkualitas. "Ini karena komponen impornya masih cukup besar. Selain itu, ketergantungan akut pada ekspor barang mentah dan olahan dasar membuat surplus neraca perdagangan menjadi surplus semu," ujarnya.
Bhima mengatakan, pemerintah perlu untuk mendorong peningkatan kualitas ekspor dan membuka jalan ekspor ke negara-negara nontradisional. "Dorong ekspor produk industri sehingga kualitas ekspor meningkat. Kemudian, perluas pasar ke negara alternatif seperti Afrika Selatan dan Asia Tengah," ujarnya.